January 26, 2013

Intelegensi Rindu

Rindu bak racun, yang menyerang perlahan, memasuki celah-celah kapiler pembuluh darah. Sangat dekat dengan kita, selalu mengitari namun ketidakpekaan kita saja yang menurunkan intensitas kehadirannya. Dalam kegamangan ini, sadar bila aku hidup di dunia yang sama denganmu. Menghirup oksigen dari asal yang serupa. Menatap langit dan merasakan terpaan sinar matahari yang satu. Namun entah sampai kapan kita disesatkan oleh labirin ini. Yang masih di depan mata dan saling menutupi jasad masing-masing. Terkadang pula keputusasaan selalu muncul dalam perjalanan mencari serta menggapaimu. Meyakinkan hati jika kaulah yang dicari. Tapi apakah keinginan itu berarti yang terbaik? Kepastian itu belum menentu.
Aku hidup. Aku mati. Aku setengah sadar. Indera mati rasa tak terlalu berguna. Hati hampa namun senyum tetap terukir. Senyum ini masih milik mereka selama kau masih jauh, tak tahu di pedalaman ataupun di peradaban. Anggap ini kewarasan yang sakit. Racun sianida mungkin telah membumbung serta menyeruak dalam sukma. Membuatku terjatuh dalam rindu tak wajar. Rindu yang belum mengenal intelegensi. Belum terlacak dan hanya akan mengarah pada satu radar. Kamu.

No comments:

Post a Comment