December 29, 2012

Puisi Malam part 5

December 24, 2012

Sembunyi

Kita berlari menengadah sembari menghadap langit yang kian meredupkan sinar sang raja. Awan kelabu  yang mulai menyelimuti sebagian kawasan timur, tak menghentikan tanganmu untuk terus menarik tanganku dan membawaku lari bersama. Terlonjak sejenak saat kaki kita menghamburkan dedaunan yang meranggas, ketika mata kita menangkap pinggir tebing curam sejarak beberapa meter dari kaki. Tiada celah lagi untuk kembali bahkan untuk mati sekalipun.
Danau keabadian menampung segala air kedukaan di bawah sana, yang mungkin akan menjadi saksi bisu persembunyian kita selanjutnya. Mungkin pada mulanya tidak masalah dengan segala persoalan yang membelit selama kita masih bisa berlari. Tapi aku mulai bertanya, pada hati yang terus berputar. Sampai kapan kita terus berpindah, menghindar, serta tak tangkas.

Di ujung pelarian kita, aku pun berhenti. Berhenti untuk mempercayaimu lagi. Berhenti untuk berlari serta keinginan untuk kembali, ke tempat dimana kita membuat ketajaman masalah dan bertaruh untuk mempertanggungjawabkannya. Lelah ini memuncak. Aku tak dapat bersembunyi lagi begitupula dengan dirimu. Tak akan ku biarkan kau bersembunyi lagi.
Menyerah dan bukan kalah. Pemberani dan bukan pecundang. Biarkan hatiku diikat dengan hati yang tak mengenalku. Selama itu benar. Selama tak membuat perpecahan. Selama semua dapat terselesaikan. Selama  itu bukan dengan cara bersembunyi dan selama kita bersama menghadapi, kelak kita akan mendapat jawaban dari segala masalah. Walau itu terkadang melukai.

Inspired by: Hilary Duff - Hideaway

December 19, 2012

Titik Akhir

Aku sudah berhenti di sebuah titik. Bukan sebagai titik beku ataupun titik cair, melainkan titik datar yang berjurang dalam. Sudah ku pikir berulang kali untuk rencana ini, namun hati masih terasa janggal dan berat akan sebuah kenyamanan ini. Tapi mata tak dapat membalik ke belakang, begitupun jalan hidup. Aku ingin terbang ke udara tapi kau masih saja ingin berjalan di darat. Aku ingin menyelami samudera ataupun lautan tapi kau masih tetap nyaman berjalan di tanah. Aku ingin tingkat perubahan dari hubungan ini menjadi jelas dan nyata, bukan semakin merunduk dan semu.
Inilah sebuah keputusan. Sulit dan juga rumit bahkan tak dapat didefinisi oleh rumus atau penjabaran apapun. Tak butuh kematangan dalam berpikir terlalu lama. Sekalipun ini sudah tidak dapat menyatu lagi, selamanya mungkin akan terasa lebih sulit dalam mempersatukan lagi. Timur dan barat, selatan dan utara, kanan dan kiri, kinetik dan potensial, aku dan kamu. Tidak pernah sejalan selama ini dan tidak akan pernah. Akhir. Sebuah jawaban dari gabungan senyawa maupun rumus yang terangkum dalam waktu dan tak menemukan jawaban akhir melainkan titik akhir.

December 16, 2012

Khayalan

Tiada yang namanya tidak mungkin. Apalagi di dalam mimpi yang tidak terencana dan tak dikira. Mendadak muncul kau yang hanya melintas singkat di dunia nyata. Sekiranya pernah terbesit pikiranku tentangmu tapi tak sampai kau menjadi tamu di mimpiku hingga ku alami satu masa indah yang semu pada malam itu. Kedekatan yang tak pernah ku bayangkan di dunia nyata tapi dapat tergores indah dalam mimpi. Padahal tak ada sedetik pun ku memikirkanmu pada waktu sebelumnya. Kau muncul secara tiba-tiba, tak terduga, jauh dari pikiran ku tentangmu. Menepis tak ada gunanya, berharap hanya sekadar mimpi. Percuma jika terus dibayangkan. Kenyataan dan hiasan malam, tak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Kelak, tak akan ku tolak juga jika kau bertandang lagi menghiasi bunga tidurku selanjutnya. Walau keindahan itu hanya dalam mimpi yang menghadirkanmu.

Inspired by: The Groove - Khayalan

December 13, 2012

Tak Lagi Sama

Di sebuah malam pekat tanpa cahaya bulan maupun bintang, sepasang pemuda-pemudi menghentikan mobil sedan di bukit timur. Gemerlap lampu yang berasal dari kota di bawah bukit menghiasi bak kunang-kunang di ladang ilalang. Pemuda-pemudi itu saling terdiam dan berpikir masing-masing.
Entah untuk mengusir keheningan, sang pemudi itu turun dari mobil. Semilir angin malam langsung menerpanya, meniup kencang rambut panjangnya. Ia pun makin merapatkan jaket hitam yang dikenakannya. Tak lama kemudian, sang pemuda pun ikut turun dari mobil dan berjalan menghampiri sang pemudi yang berdiri menghadap ke pemandangan malam hari kota bawah bukit timur.
"Tempat pertama kita." ujar Rifky, nama sang pemuda.
"Ya!" balas sang pemudi yang bernama Christine. "Masih seperti empat tahun lalu." pikiran Christine pun mencoba terbang ke memori empat tahun silam namun buru-buru hatinya menutup pintu memori tersebut. Tak dapat dicegah lagi, mendadak sebutir demi sebutir cairan bening mengalir deras di pipi Christine. Sudah tak ada alasan lain lagi baginya untuk terus menampung air mata di danau matanya. Hatinya lega namun terluka akan arti air mata ini.
"Kenapa menangis?" tanya Rifky pelan seraya mencoba menghapus air mata yang membasahi pipi Christine.
Christine masih terisak pelan. "Semoga keputusan ini nggak salah." jawab Christine dalam isakannya.
Rifky menggelengkan kepala sembari tersenyum. "Nggak ada yang salah. Semua benar. Memang ini adanya."
Christine menatap dalam Rifky. Hatinya tahu benar jika pemuda yang berdiri di depannya itu sangat ia cintai, terlalu dicintai malah. Namun saling mencintai bukan berarti tidak ada perbedaan yang melintang. Bukan berarti semuanya lancar seperti rencana.
"Cinta mungkin masih sama tapi tujuan mungkin sudah tak lagi sama." ujar Christine mencoba menenangkan diri. Ia sudah tak menangis lagi. "Sekompak apapun hubungan yang terbangun tapi tanpa tujuan akhir yang sama, itu percuma belaka."
Rifky mengangguk mengerti. "Maaf." ucapnya, lalu menyambut kedua tangan Christine.
"Nggak ada yang salah di sini. Anggap ini proses pendewasaan diri." ralat Christine.
Mereka pun saling memberi pelukan. Sebuah pelukan erat, yang mereka tahu jika pelukan ini bukan sebagai obat maupun penarikan keputusan kembali, melainkan sebagai kenangan sebelum mereka saling melepas untuk selamanya.

December 10, 2012

Kemungkinan

Mereka bertemu di depan danau biru siang hari ini. Suasana yang sejuk serta matahari yang tak membagi sinarnya secara mengerang, membuat pertemuan di antara Ariana dan Yoga semakin berkesan. Sedari jauh, Yoga dapat menangkap sosok Ariana yang hari ini tampil luar biasa menarik, seperti biasanya, dengan balutan mantel kuning lemon, dipadu rok mini hitam, serta heels yang berwarna serupa dengan mantel yang dikenakan gadis tersebut.
"Hai, maaf udah nunggu lama!" ujar Yoga ketika sudah berada di hadapan Ariana. Gadis itu hanya tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.
"Aku juga baru datang." Ariana membalas. "Nah, sekarang ada perlu apa nih kita ke sini?" tembak Ariana langsung. Nafas Yoga tercekat begitu mendapat pertanyaan seperti demikian dari Ariana. Matanya berputar mencari tempat yang nyaman untuk berbicara. Hingga pada akhirnya, Yoga menarik tangan Ariana untuk mengikutinya. "Nggak usah jauh-jauh juga, Ga." cetus Ariana tiba-tiba sehingga langkah mereka terhenti di depan bangku cokelat di bawah pohon cemara. "Aku tahu kamu mau bicara tentang apa." nafas Yoga tertahan sebentar. Butuh waktu sekiranya lima detik sebelum ia membalikan badannya, lalu memeluk Ariana seerat mungkin.
"Mungkin aku satu-satunya pria paling pecundang yang pernah ada, Na. Aku juga heran kenapa aku bisa terlahir seperti ini." dalam pelukannya, Yoga tak henti-hentinya memaki diri sendiri. Tangan Ariana yang penuh kelembutan pun menepuk-nepuk pelan punggung Yoga.
"Ini bukan salah siapa-siapa, Ga. Kamu bukan pecundang kok." Ariana membesarkan hati Yoga.
"Tapi kenapa aku susah sekali untuk bilang 'nggak' sih?" Ariana pun menyudahi pelukan mereka. Mata mereka saling bertatapan. Ada yang aneh dari pandangan Ariana. Ada pandangan tidak rela di sana namun senyumnya berusaha menutupi itu semua.
"Sudah waktunya kamu bahagia, Ga. Kalau sama aku terus, kamu nggak mungkin bahagia. Percaya deh, Vira lebih mampu buat kamu bahagia." Ariana berkata dengan tersenyum manis. Gadis itu tahu benar jika hatinya benar-benar terkoyak dengan perkataannya itu namun senyumannya mampu membuat hatinya tulus.
"Kenapa aku mesti dijodohkan dengan Vira? Kenapa nggak sama kamu aja?"
"Vira adalah kakakku satu-satunya. Ia lebih membutuhkan kamu dan pria baik seperti kamu pantas mendapatkan wanita baik seperti Vira."
"Dan kamu?"
Ariana terdiam. "Buat Vira bahagia! Itu sama saja dengan buat aku bahagia." ia tak menjawab dengan jelas pertanyaan Yoga. Sebelum ia berubah pikiran, Ariana membalikan badannya dan meninggalkan Yoga. Gadis itu tahu bakal membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk merelakan Yoga dan ia tahu juga bakal membutuhkan waktu yang tidak sebentar bagi Yoga untuk melupakan dirinya. Walau segala kemungkinan mungkin masih bisa saja terjadi.

Inspired by: Ecoutez - Percayalah

December 9, 2012

Kau Pilih Caramu

Kau datang dengan sapuan tatapan tak biasa. Mengerling penuh pesona sempat membuatku terserentak sejenak. Aku tahu kalau ini semu. Aku tahu kalau ini sangat beresiko. Namun aku tetap mendekati pusaran tajam itu. Entah penasaran atau sekadar permainan. Tapi rasa ingin memiliki sudah pasti ada.
Kau merespon balik. Sungguh di luar dugaan. Kita pun memulai drama ini tanpa skenario dan berjalan natural. Hingga waktu benar-benar berdetak mengingatkanku jikalau ini semua ada tenggang waktunya. Keindahan mungkin ada batas wajarnya karena mimpi juga tak selamanya sesuai dengan harapan, apalagi kenyataan.
Dengan mudah kau menjanjikan keindahan untuk yang lain, seperti keindahan yang kau janjikan padaku. Sudah tahu aku tak akan terkejut melihatnya walau memang ada perasaan kecewa di lubuk hati. Tapi inilah kau dengan caramu. Cara tidak biasa yang kau pilih untuk bermain dengan cinta.

inspired by: Babendjo - Kau Pilih Caramu

November 10, 2012

Vinda, temanku

Aku terus didoktrin untuk terus belajar agar dapat membantu pembangunan negara ini. Analisis demi analisis, rumus demi rumus, serta definisi demi definisi. Otakku sudah terpusat untuk mendapatkan nilai bagus agar dapat dibilang mampu. Namun apakah kepintaran intelejen ini akan berpengaruh besar dalam ke depannya?
Seperti layaknya temanku, Vinda. Dia tergolong orang yang jenius tingkat tinggi. Mungkin jika dilanjutkan, dirinya dapat kuliah di Oxford. Namun apa yang ia lakukan? Ia mendadak menghilang dari pergaulan setelah diwisuda. Aku sebagai teman tentu saja terkejut dengan berita kehilangan Vinda. Orangtuanya saja tidak tahu dimana dia berada.
Ternyata Vinda tidak benar-benar hilang. Seminggu setelah kepergiannya, Vinda mengirimkan surat untuk orangtuanya dan juga untuk teman-temannya, termasuk aku. Di dalam suratnya, ia hanya menyuruh kami untuk tidak cemas memikirkannya. Ia dalam keadaan baik-baik saja.
Setiap bulan, Vinda rutin memberikan kabar kepada orangtuanya. Sampai pada akhirnya, setelah hampir tiga tahun Vinda menghilang, akhirnya ia muncul kembali. Ia datang ke rumahku secara mendadak. Penampilannya sungguh luar biasa berbeda dari jaman kuliah dulu. Ia hanya mengenakan kemeja lusuh dan celana bahan hitam yang agak memudar warnanya. Kulitnya tak seputih dulu dan agak kehitaman sekarang. Tentu saja aku terkejut bukan main dengan penampilan Vinda sekarang. Aku langsung memeluknya karena aku benar-benar rindu dengan sahabatku yang satu ini.
"Lo kemana aja sih?" tanyaku penuh haru tanpa terasa air mataku nyaris jatuh. "Gue khawatir."
Vinda hanya tersenyum manis. "Gue masih di tanah air kok cuma di pulau yang berbeda."
Kami pun berbincang-bincang selayaknya jaman kuliah dulu. Akhirnya aku dapat mengetahui alasan mengapa Vinda pergi tanpa kabar dan menghilang.
Vinda memutuskan untuk menjadi guru sukarelawan di Kalimantan sana. Ia mengatakan, banyak anak-anak pintar di sana yang tak dapat pendidikan yang layak sehingga ia memutuskan untuk membagikan ilmunya kepada anak bangsa di tanah borneo sana. Ia juga bercerita mengenai suka duka menjadi guru sukarelawan di sana dan ceritanya itu membuat hatiku terenyuh. Aku menangis mendengarnya.
"Lo kenapa nangis, La? Jangan nangis dong! Gue kan bukan lagi cerita sedih."
Aku langsung memeluk Vinda. Temanku yang satu ini benar-benar tiada duanya. Kenekatan yang ia punya telah mengajariku banyak hal. Kepintaran yang ia punya tidak membuatnya sombong dan mementingkan kepentingan pribadi. Padahal dengan kecerdasannya itu mungkin sekarang Vinda sudah dapat pekerjaan yang sangat layak di ibukota. Namun ia membuang itu semua hanya demi membagikan ilmunya kepada sesama anak bangsa di pulau seberang sana.
Aku malu pada diriku sendiri. Aku tak sejenius dia dan hatiku pun tak sebening dia. Apa yang bisa aku banggakan dari diriku ini?
"Jangan nangis lagi dong, La! Masa sebagai anak bangsa, kita cepet menjatuhkan air mata?" Vinda menyudahi pelukanku.
"Lo emang sahabat yang membawa lampu sangat terang di hidup gue, Vin." ujarku sembari terisak.
Vinda tersenyum manis mendengarnya, lalu kami pun berpelukan kembali.

Fisika

Dalam pikiranku fisika adalah pelajaran paling susah yang pernah ada di dunia ini. Banyak rumus yang harus ku hafal di setiap bab nya agar dapat menjawab soal-soal yang diberikan oleh Ibu Shinta, guru fisikaku yang luar biasa membosankan. Beliau sudah cukup tua untuk terus mengajar fisika. Suaranya yang kecil kadang tak terdengar oleh seisi kelas dan bahkan membuat sebagian isi kelas mengantuk.
Seperti layaknya siang hari ini, Ibu Shinta memberikan ulangan fisika mendadak. Tentu saja seisi kelas terkejut bukan main, termasuk aku. Jangankan belajar, menyentuk buku fisika saja tidak pernah semenjak tadi malam.
"Soalnya tidak rumit kalau kalian memperhatikan apa yang Ibu jelaskan kemarin lusa." Ibu Shinta menjelaskan ketika sebagian siswa di kelasku protes akan ulangan mendadak ini.
"Emang kemarin lusa kita memperhatikan apa yang dia terangin?" Bima, teman sebangkuku, menggerutu pelan kepadaku yang sibuk membuka-buka buku fisika. "Suaranya aja nggak kedengeran."
Aku tak menggubris gerutuan Bima karena aku sibuk mencari-cari rumus pada bab yang diterangkan oleh Ibu Shinta kemarin lusa.
"Tutup buku fisika kalian, lalu masukan ke tas! Dan juga siapkan alat tulis!" Ibu Shinta lalu berkeliling kelas untuk membagian soal ulangan fisika. Seperti yang kuduga, soalku dan soal Bima berbeda sehingga aku tak dapat bekerja sama dengannya. "Soalnya sudah dapat semua kan?" seisi kelas langsung mengiyakan. "Waktunya satu jam dari sekarang. Yang sudah selesai, boleh pulang." setelah Ibu Shinta menjelaskan peraturan, suasana isi kelas langsung hening karena masing-masing siswa sibuk dengan kertas ulangan fisika.
Aku hanya dapat terbengong-bengong melihat kertas ulangan fisikaku. Tidak ada yang aku mengerti satupun. Aku memang payah dalam pelajaran ini. Tak heran, semenjak kelas satu SMA hingga kelas tiga SMA sekarang ini, nilai fisikaku di rapot tak pernah memuaskan.
Waktu terus bergulir hingga satu jam pun sudah terlewati. Setelah Ibu Shinta menyuruh seisi kelas untuk mengumpulkan kertas ulangan, satu per satu siswa pun bangkit dari duduknya untuk mengumpulkan kepada Ibu Shinta. Bima, yang selama ulangan berlangsung hanya menggaruk-garuk kepalanya pun bangkit dari duduknya, lalu mengumpulkan kertas ulangannya. Entah rumus apa yang sudah ia tulis.
Satu per satu siswa pun meninggalkan ruang kelas, hingga tinggal satu siswa yang masih berkutat dengan kertas ulangannya, yaitu aku.
"Adhyaksa, kamu sudah selesai? Waktunya sudah habis!" Ibu Shinta mengingatkanku. Tak ada pilihan lain lagi bagiku, selain bangkit dari duduk dan mengumpulkan secarik kertas ulangan fisika yang entah telah aku tulis rumus apa.
"Maaf, Bu, saya menyerah untuk ulangan kali ini." aku berkata seraya menyerahkan kertas ulanganku kepada Ibu Shinta. Guru fisikaku itu menatapku dengan matanya yang sudah sayu.
"Aduh kamu ini, dari dulu selalu begini. Sebentar lagi mau UAN, masa kamu terus menyerah." Ibu Shinta telah menjadi guru fisikaku semenjak kelas satu hingga sekarang.
"Saya benar-benar nggak bisa, Bu." ujarku.
Ibu Shinta bangkit dari duduk, lalu membereskan kertas ulangan para siswa dan memasukannya ke dalam map cokelat.
"Kamu pasti bisa, Adhy! Kalau kamu terus belajar dan berusaha, kamu pasti bisa. Kalau kamu ada yang nggak ngerti, kamu bisa tanya sama Ibu. Ibu di sini kan tugasnya mendidik siswa-siswa Ibu agar paham pelajaran ini. Nanti Ibu sedih kalau ada siswa Ibu yang nggak lulus pelajaran ini." Ibu Shinta menepuk bahuku, lalu pergi meninggalkanku sendirian di ruang kelas.
Langkah Ibu Shinta yang sudah gontai dan tak segesit guru-guru muda lainnya membuatku terenyuh. Di usianya yang semakin senja, Ibu Shinta tetap mempunyai semangat untuk membuat para siswanya menjadi pintar.

November 8, 2012

Tak Terencana

Tidak ada yang bisa menggambarkan kekesalan di hati Irene jika sudah berselisih pendapat dengan lelaki bernama Gilang. Irene yang perfeksionis dan serba terencana harus selalu bersinggungan dengan Gilang yang slengean dan serba mendadak. Jika mereka digabungkan dalam satu kelompok, dijamin tak ada yang dapat melerai mereka jika sudah saling adu pendapat.
Namun tanpa mereka sadari, perbedaan itulah yang membuat mereka saling mengisi, menemukan perbedaan yang tak ada di diri masing-masing, serta diam-diam saling memahami meskipun hati masih terasa segan untuk mengakui.
Gilang pun mencoba memadamkan api duluan yang ada di hati mereka. "Irene, Irene, apa lo nggak sadar apa yang lagi kita rasakan ini juga tanpa rencana?" tanya Gilang ketika mereka sedang seru beradu pendapat.
Irene mengernyitkan dahinya. "Maksud lo?"
"Akan gue tunjukan sesuatu yang terkadang benar walau tanpa rencana." cetus Gilang.
"Apa yang mau lo tunjukin ke gue?" tantang Irene.
Gilang menunjukkan telunjuknya ke dada. "Hati gue. Atau mungkin hati lo juga." jawab Gilang. "Kalau hati lo merasakan hal yang sama seperti yang gue rasakan, itu berarti rencana bukanlah segalanya."
Irene merasa langsung tersentak akan pernyataan Gilang. Rasa di hatinya memang sudah lama tumbuh. Rasa tak biasa jika sudah bersinggungan dengan Gilang. Meski pada awal menggubris akan kenyataan tanpa rencana ini, lama kelamaan Irene tak dapat menolak isi hatinya sendiri.
Ya, mereka saling menyukai tanpa disadari. Namun rasa suka ini tertutup oleh sebuah rencana, yakni sebuah gengsi yang mereka bangun untuk menciptakan keprofesionalan. Dari sini mereka saling mengerti akan sebuah simpul suatu kenyataan. Cinta. Mungkin rasa ini namanya cinta. Cinta memang tak dapat diterka kapan akan datang dan kepada siapa ia akan datang. Semuanya tanpa rencana dan tak perlu dengan rencana untuk mendatangkannya. Semuanya mengalir. Mengalir menjadi lebih indah.

Senyumannya

Aku hanya seorang pendatang di ranah kota padat ini, yang tidur saja selalu berpindah tempat dari malam ke malam
Tak perlu bertinggi-tinggi harapan ingin mempunyai tempat tinggal, mempunyai alas tidur saja sudah menjadi harapanku setiap harinya
Mengalunkan nada demi nada hanya demi sesuap nasi
Mungkin jika ada lebih, akan ku bangun mimpi ini
Namun apakah orang sepertiku tidak berhak mempunyai mimpi?
Apakah orang sepertiku hanya akan menjadi sampah masyarakat yang memenuhi ibukota?
Aku masih mempunyai mimpi, masih mempunyai cita-cita
Namun apakah kesempatan untuk menyabetnya akan ada untukku?
Mungkin kelak
Jika ku pesimis akan mimpi ini, langsung ku pejamkan mata dan membayangkannya
Ah, senyumannya itu yang membuatku terasa berat untuk tak bermimpi ataupun menyerah
Senyuman ibunda

November 4, 2012

Puisi Hujan part 1

November 1, 2012

You and Me

Mata Rizal tak dapat lepas dari wanita berjilbab biru tua tersebut. Wanita bernama Diah itu telah menghipnotisnya diam-diam. Gerak-geriknya, tingkah lakunya, tutur bicaranya, serta tatapan matanya telah mengantarkan Rizal kepada dunia yang sebelumnya tak pernah ia temukan. Tak ada habisnya dan tak ada bosannya ketika Rizal memperhatikan wanita ini. Diah tak secantik artis-artis ibukota namun ada hal yang membuat Rizal tidak bosan ketika memandanginya. Entahlah, mungkin itulah inner beauty.
Diah sepertinya sadar sedang diperhatikan oleh Rizal. Ia mendongak dari buku yang sedang dibacanya, lalu menoleh ke arah Rizal yang duduk di hadapannya. "Ada apa?" tanya Diah lemah lembut sembari tersenyum manis.
"Lagi sibuk baca ya?" Rizal bertanya basa-basi.
"Memangnya kenapa?" Diah balas bertanya.
"Nggak apa-apa. Seneng aja ngelihat kamu serius baca buku. Jadi tambah cantik." puji Rizal seraya tersenyum.
Diah tertawa kecil. Wajahnya bersemu merah. "Terima kasih, Tuan Rizal." ucap Diah. "Satu halaman lagi ya, Sayang. Nanti aku siapin teh hangat sama cheese cake kesukaan kamu." lanjutnya lagi.
"Silakan!" balas Rizal seraya tetap memperhatikan wanita yang telah ia nikahi setengah tahun yang lalu itu. Walau tanpa berpacaran seperti khalayak pada umumnya, Rizal tetap tak menyesal dengan caranya tersebut. "Memang indah jika kita mencari bidadari dunia dengan cara yang benar. Semuanya terasa indah. Setiap saat dan setiap waktu." Rizal berkata dalam hati.

Radar dan Diary Merah Jambu

Dua tahun sudah Saskia menjalin cinta dengan Ibnu. Sudah banyak sekali rencana indah yang ia rencanakan dengan lelaki tersebut. Mulai dari rencana pernikahan, kehidupan setelah menikah, serta akan mempunyai berapa anak setelah menikah. Ditulisnya semua rencana indah itu dalam sebuah diary merah jambu milik Saskia.
Tidak hanya itu pula, mereka juga sudah berencana usia berapa mereka akan melangkah ke pelaminan serta lengkap dengan tanggal, bulan, dan tahunnya. Saskia tentunya sangat semangat akan rencana matang ini. Ibnulah satu-satunya lelaki yang menurut Saskia adalah pelabuhan terakhirnya. Sifat mereka saling melengkapi, seperti Ibnu yang sabar menghadapi Saskia yang agak cerewet. Tidak ada lelaki yang dapat mengerti Saskia sebaik Ibnu.
Namun terkadang rencana manusia tidak berbanding lurus dengan rencana-Nya. Diary merah jambu milik Saskia menghilang. Begitu pula dengan seluruh isi rencana indahnya bersama Ibnu yang tertera rapi di dalam diary tersebut. Tak ada yang lebih parah selain perpindahan tangan dari isi diary merah jambu Saskia. Ya, bukan diary-nya yang berpindah tangan tapi isi dari diary tersebut.
Ibnu memutuskan Saskia hanya karena alasan tidak masuk akal, yakni kedua orangtua Ibnu tak merestui mereka. Alasan tak masuk akan ini pulalah yang membuat Saskia termenung dan tak percaya. Hubungan mereka selama ini, selama dua tahun ini harus kandas hanya karena tak dapat restu orang tua. Sulit untuk mempercayai pada awalnya.
Sakit hati Saskia tidak hanya sampai di situ. Baru beberapa bulan setelah mereka putus, Ibnu telah menjalin cinta dengan wanita lain. Saskia sangat tidak mengerti dengan hidup ini. Ia dijungkirbalikan oleh rencananya sendiri. Semua isi di diary merah jambu itu sudah hilang dan tanpa sisa.
Mungkin itulah sepenggal kisah Saskia tiga tahun yang lalu, yang kadang ia tawakan dalam hati jika ia mengingatnya. Namun sekarang itu hanya memori yang dapat ia jadikan pengalaman. Setelah mengetik memori pahitnya tiga tahun lalu di laptop, Saskia menoleh ke arah kanannya. Terdapat seorang pria duduk sembari tersenyum manis padanya. Dialah Yoga, pria yang telah resmi menjadi suaminya sekarang. Pertemuan tak diduga setelah ia lepas dari Ibnu mengantarkan Saskia pada sebuah kesadaran. Jodoh itu tak direncanakan oleh manusia namun kembali pada-Nya.
"Lagi ngetik apa kamu?" tanya Yoga yang sedang sibuk membaca sebuah buku.
"Masa lalu." jawab Saskia sembari tersenyum.
"Mantan pacar?" tebak Yoga. Saskia hanya tertawa lepas seraya melirik suaminya itu. Yoga, seorang pria yang pada awalnya menjadi musuh bebuyutannya di dunia kerja malah dapat menjungkirbalikan hidup Saskia kembali menjadi benar. Pria bijaksana dan tegas inilah yang mengantarkan Saskia akan sebuah takdir. Takdir yang manis dengan awal yang pahit. Radarnya telah mengarah ke Yoga dan tak butuh lagi diary merah jambu.

October 30, 2012

Puisi Malam part 4





Sekarang dan tidak untuk nanti

Aku melihatnya begitu sempurna dibalut dengan gamis cokelat muda dan jilbab dengan warna yang senada pada hari ini. Aku tahu pandangan ini salah karena memang belum sepantasnya aku memandanginya dari jauh. Namun ada sesuatu hal di hatiku yang membuatku sangat mantap untuk memandanginya sekali lagi melintasi jalur yang benar.
Entah apa yang kupikirkan saat ini tapi penantianku selama ini harus dijawab sudah. Ku datangi dirinya, lalu mulai mengutarakan maksudku, "Kau tahu kita sudah kenal lama?" setelah bosan berbasa-basi di awal, akhirnya aku langsung saja bertanya seperti itu.
"Ya, benar!" jawabnya singkat.
"Apa selama ini ada pria yang sedang mengisi hati kamu?" pertanyaanku selanjutnya ternyata berhasil membuatnya terkejut.
"I...itu," dia menjawab dengan gugup. "ng...nggak ada." jawabnya lebih lanjut. Aku tahu inilah saat yang pasti dan tepat.
"Apa kelak aku bisa?" tanpa perlu diperjelas, sepertinya ia mengerti apa yang kumaksudkan.
"Jika kau berani bilang kepada orangtuaku." entah mengapa aku merasa tertantang dengan perkataannya barusan.
"Tentu. Kapan aku bisa bertemu dengan orangtuamu?" tanyaku mantap. Kali ini giliran dirinya yang salah tingkah dengan tantanganku.
"Secepatnya." jawabnya tak yakin.
"Besok? Oke, akan aku siapkan diri." dia melongo setelah mendengar kata 'besok'.
"Tunggu sebentar!" cegahnya. "Apa yang ingin kamu bicarakan dengan orangtuaku?"
"Meminta izin untuk meminangmu, lalu menikahimu." ekspresi wajahnya tak seterkejut sebelumnya. Dia mengangguk mengerti dan tersenyum manis (kelak aku dapat menikmati senyuman manisnya dengan cara yang halal).
"Kenapa mesti besok? Bagaimana kalau nanti malam ada pria lain yang meminangku lebih dulu?"
Aku tertawa mendengar tantangan demi tantangannya. "Oke, nanti sore aku akan menemui kedua orangtuamu." jawabku mantap.

Sempurna

Hanya ada kata hancur di hatiku ketika tiba-tiba Arya melepaskanku. Tak ada angin tak ada hujan, begitu saja ia tiba-tiba membebaskanku untuk terbang kembali. "Mungkin ini yang terbaik, Ka." ucap Arya di malam perpisahan kami. Air mataku tak dapat dibendung lagi, lalu menumpah ruah di pipi. Jalinan kasih yang telah kami rajut hampir dua setengah tahun, kandas begitu saja. Aku berusaha tegar, tak memohon untuk kembali karena hatiku termakan oleh perkataan halus Arya, "Mungkin ini yang terbaik."
Namun perkataan halus ini seolah menjadi boomerang bagiku. Tak genap satu bulan selang ia melepaskanku, mendadak ia telah menangkap merpati yang lain. Entah aku yang begitu polos atau memang Arya yang...ah sudahlah.
Waktu demi waktu terlewati. Aku sudah mencoba untuk berdiri sendiri walaupun agak susah dengan topangan. Saat dilematis ini pula, aku dipertemukan kembali oleh kawan lama, Herdi. Dulu kami berteman namun tak sedekat bersahabat pula. Dulu memang aku sempat mengaguminya sampai rasa kagumku tertutup gunung buta yang dibangun oleh Arya. Namun sekarang gunung itu telah terbang dan yang tersisa hanya rasa kagumku yang masih ada.
Perkataannya masih sesejuk dahulu. Pemikirannya masih setajam dahulu. Sempat ada rasa ragu di hatiku, karena dia terlalu baik jika disandingkan denganku. Namun tanpa diduga hati kecilku sendiri berkata, "Jika memang ini yang terbaik untukku, mengapa tak ku minta saja pada-Nya agar aku diberi yang terbaik sepertinya?"
Diriku memang belum menjadi yang sempurna namun akan lebih baiknya jika ketidaksempurnaanku dapat ditutupi oleh kesempurnaannya dengan jalan sempurna yang diberi oleh-Nya.

October 29, 2012

Puisi Malam part 3

Move On? Should I?

Move on. Kata yang mudah sekali meluncur dari mulut orang yang sedang dilanda patah hati. Kata yang dikira paling sakti sebagai pembuktian diri bahwa sudah tidak sedih lagi. Namun apa move on itu hanya buat mereka yang baru saja putus cinta? Menurutku tidak.
Contoh yang baru saja (sedang) aku alami sekarang. Aku memutuskan untuk pindah dari kosan di Depok. Padahal kosan itu adalah satu-satunya rumah keduaku sekaligus tempat yang paling pewe setelah rumah di Cirebon. Memang susah untuk memutuskan hal ini namun aku memutuskan hal ini bukan karena tak punya tujuan ke depannya.
Ada beberapa tujuan yang aku bangun sehingga aku berani meninggalkan zona nyamanku. Nekat? Bisa dibilang seperti itu. Tak ada alasan spesifik yang memaksaku untuk pindah. Ini bukan paksaan dan ini bukan tanpa pemikiran yang matang. Namun sebuah tujuan besar di masa depan.
Balik lagi kepada move on. Ternyata, eng ing eng, pindah ke sebuah lingkungan baru bukanlah perkara mudah. Ditambah lagi lingkungan baru sangat berbanding terbalik dengan lingkungan lama. Terkejut? Sudah pasti. Agak menyesal mengambil keputusan ini? Bisa jadi. Malam pertama hingga saat ini (malam ketiga) aku masih agak susah move on untuk tak mengingat-ingat memori di Depok terus-terusan. Bayangan kamarku di Depok, wajah teman-teman kosanku, serta suasana kota Depok masih menghantui pikiranku hingga sekarang. Kepikiran untuk kembali lagi masih ada. Sangat ada. Empat tahun sudah aku menggambar banyak memori di sana dan pasti sangat susah untuk dilepas. Inilah tanda-tanda aku akan susah untuk move on.
Namun kembali lagi kepada tujuan besar di masa depan. Ingatlah bahwa keputusan ini bukan semata-mata aku ambil karena aku emosi pada KRL (salah satu alasan pindah kosan). Ingat bahwa ada sebuah conclusion di balik ini semua.
Untuk menggapai sebuah mimpi memang tidak mudah. Kau harus rela kehilangan zona nyamanmu, mempelajari lingkungan baru, serta lebih dewasa dalam menghadapi ribuan karakter orang yang berbeda. Dengan cara seperti inilah mungkin aku lebih dapat mengambil hikmah dari sebuah kejadian, berani meninggalkan zona nyaman, dan tetap teguh pada pendirian.
Sebuah pelajaran hidup yang sangat besar jika aku pikir-pikir :)

October 14, 2012

Puisi Malam part 2

Puisi Malam part 1

From Wira To Elisha (quotes)

Sastra Time part 1

October 13, 2012

Dua Pilihan

Hidup memang selalu berada di antara beberapa pilihan. Terkadang pilihan itu sendiri yang dapat membuat kita dilanda kegalauan luar biasa. Terutama jika pilihan itu akan menentukan masa depan kita. Jika kita salah dalam memilih, kehidupan di masa yang akan datang menjadi taruhannya.

Jauh dari pilihan masa depan, aku mengambil contoh fenomena di antara dua pilihan yang telah melandaku baru-baru ini. Kasus ini sederhana dan tidak sampai menentukan masa depanku. Dengan bermula kegalauan, apakah aku akan melaju dengan menggunakan wordpress ataukah blogspot. Sebenarnya ini bukan sesuatu hal yang patut digalaukan karena ini tak begitu penting. Tapi menurutku penting juga karena aku ingin mengembangkan bakat menulisku sehingga dengan berawal dari kenyamanan, semuanya akan berjalan lancar jaya.
Akhirnya aku memutuskan untuk menggunakan blogspot. Kenapa kembali lagi ke blogspot? Karena blogspot simpel, lebih mudah dimengerti serta tidak banyak cingcau (alias tidak sedikit-sedikit disuruh bayar).


Wordpress memang menawarkan fitur yang lebih lucu, tema yang lebih banyak dan tidak biasa. Namun aku kesulitan dalam mengembangkannya. Mungkin aku saja yang belum tahu dan belum bisa dalam mengembangkan wordpress. Tapi kembali lagi pada diriku sendiri. Aku tipe orang yang simpel, tidak mau ribet, dan mengutamakan kenyamanan. Belum lagi wordpress baru sekali aku kaji sedangkan blogspot sudah aku kaji sejak lama. Dan untuk lebih meyakinkan kepercayaan diri sendiri, akhirnya blogger ku ini ku ubah namanya menjadi dikasadiah.blogspot.com
Kalau dipikir-pikir, fenomena ini seperti sedang galau di antara dua pilihan pria. Dua-duanya sama-sama menarik. Namun butuh analisis dan pendalaman untuk melihat bagaimana karakter masing-masing. Tidak perlu waktu yang lama, dengan cara mengobrol pun akan ketahuan. Siapa yang dapat membuat nyaman dia yang dipilih.
Well, pada intinya kenyamanan itu perlu dalam mengembangkan sebuah hubungan ke depannya.
Happy choosing ^^

It is time to Sawarna

Liburan. Satu kata paling didambakan oleh semua orang. Ngomong-ngomong soal liburan, aku belum sempat men-share mengenai pengalamanku berlibur ke Sawarna, entah sebuah desa atau kecamatan atau kabupaten, yang jelas sebuah tempat di daerah tenggara pulau Jawa.
Aku dan teman-teman kuliahku pergi ke sana pada awal September lalu. Dengan menggunakan mobil, kami menempuh jarak sekitar 6 jam. Sampai pada akhirnya, kami tiba di homestay (di sana kebanyakan homestay dibandingkan hotel atau motel). Homestay kami sangat nyaman. Pemandangan di luarnya sungguh sangat luar biasa hijau.



Tidak terlena akan begitu saja, kami mulai mengarungi beberapa tempat berkesan di sana, seperi Goa Layang (kalau nggak salah itu namanya), Tanjung Layar, dan Laguna Pari. Walau kami harus menempuh jarak yang cukup jauh dengan berjalan kaki untuk mencapai tempat indah tersebut, namun tak pernah ada kata menyesal. Sawah hijau membentang, pasir lembut tergelar, laut biru menghampar, ombak menggulung, matahari benderang, karang berdiri kokoh, udara segar menyeruak, serta suasana jauh dari hiruk pikuk Those are awesome memories :D


more real photos, click here

Euforia SM Town





Ini kali pertama, aku menonton sebuah konser. Langsung. Pakai uang sendiri. Senang? Tentu saja! Hiburan yang lumayan berkesan dan tak memberatkan orangtua.
Konser yang kutonton pertama kali sepanjang sejarah hidupku tak lain dan tak bukan adalah konser SM Town, sebuah konser yang diisi oleh boyband dan girlband asal negeri gingseng alias dari Korea.
Entah apa yang kupikirkan sampai memutuskan menonton konser ini. Padahal aku bukanlah maniak Kpop. Namun karena rasa penasaranku yang besar, akhirnya aku memutuskan merogoh kocekku sampai Rp 800.000, jumlah yang tak sedikit bukan?
Perjuanganku bukan sampai di sini saja. Aku harus rela panas-panasan dan mengantre berjam-jam di tempat konser untuk menjadi orang pertama yang masuk GBK demi mendapatkan tempat duduk yang enak untuk menonton konser (maklum, free seat).
Dan pengorbananku terbayar sudah dengan aksi artis-artis SM Management yang tampil memukau. Walaupun aku tidak hapal atau tahu siapa artis-artisnya, namun aku cukup terhibur dan dapat berdendang serta berjoget dengan penonton lainnya, mengikuti irama musik yang menggema di seisi GBK.
Well, menurutku cukup sampai di sini saja aku menonton konser Kpop karena jika aku terus-terusan mengikuti artis-artis Korea yang akan konser di Indonesia, lama-lama aku dapat menjadi freak Kpop. Ini hanya sebatas iseng belaka dan mencari pengalaman bagaimana rasanya menonton konser serta melihat ekspresi dari para penonton yang melihat langsung performance idola mereka di panggung.
Salam Kpop ^^

October 8, 2012

Selamat ulang tahun, sayang!

Pikiran Fira telah melayang bebas. Hari ini adalah hari ulang tahunnya dan malam hari ini Dimas, kekasih Fira, mengajak ia makan malam di luar. Dia berkhayal kalau-kalau Dimas datang membawa kejutan manis, seperti contohnya adalah melamar dirinya dengan membawa sekotak cincin emas serta sekuntum bunga mawar. Fira hanya dapat senyum-senyum sendiri membayangkannya.
Menit berganti menit. Jam berganti jam. Fira melirik jam tangan yang melingkar di tangan kanannya. Waktu telah menunjukan pukul setengah sembilan malam namun sosok Dimas belum juga terlihat. Fira telah menunggu Dimas nyaris satu jam dari waktu yang ia janjikan dengan kekasihnya itu. Suasana kafe makin sepi mengingat sekarang adalah malam Rabu dan bukan malam Minggu. Hanya segelas air putih yang dapat menemani Fira di tempat itu. Fira telah mengirimi beberapa pesan singkat namun tak mendapat balasan dari Dimas. Akhirnya Fira pun mencoba untuk meneleponnya. Namun sayangnya, ponsel Dimas dalam keadaan tidak aktif.
Mendadak ponselnya berdering dan ternyata Dimas yang menelepon. "Hallo! Kamu dimana sih, Dim? Aku udah nungguin kamu satu jam nih!" Fira menyerocos langsung di telepon.
"Maaf sayang, motor aku mendadak mati nih! Gini, kamu bisa nyamperin aku ke sini nggak?" pinta Dimas dari seberang telepon.
"Kamu dimana?" tanya Fira.
"Aku di bengkel depan Rumah Sakit Kasih Bunda. Dekat dari kafe tempat janjian kita kok. Kamu ke sini ya, sayang!" pinta Dimas dengan nada pelan. Entah apa yang dirasa oleh Fira, ia pun menyanggupi permintaan pacarnya itu.
Sesampainya di depan Rumah Sakit Kasih Bunda, Fira pun kebingungan karena tidak ada bengkel di sekitar situ. Ketika ia hendak menghubungi Dimas, mendadak sebuah mobil berhenti di hadapannya. Kaca mobil terbuka dan terlihatlah Tante Ine, ibunda Dimas.
"Fira!" panggil Tante Ine. Fira terkejut melihat Tante Ine di situ. Matanya penuh dengan air mata.
"Tante lagi apa di sini?" entah apa yang terjadi, Tante Ine turun dari mobil, lalu menarik tangan Fira, memasuki rumah sakit.
~
Fira hanya tergolek lemas di kursi rumah sakit. Sebuah kotak kecil warna merah tergenggam di tangan kanannya dan tangan kirinya memegangi secarik kertas. Dimas mengalami kecelakaan motor dalam perjalanan menuju kafe. Mengenaskannya, ia meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.
Mata Fira yang penuh dengan linangan air mata pun membuka kotak kecil warna merah yang ditemukan tim rumah sakit dalam tasnya Dimas. Sebuah cincin emas terlingkar di dalamnya. Lalu dengan usaha yang keras, Fira pun membaca surat yang ditemukan juga di dalam tasnya Dimas.
Selamat ulang tahun, sayang! Semoga kamu selalu bahagia dengan atau tanpaku

October 5, 2012

Forever

Aku tak dapat mendeskripsikan apakah ini puncak dari kegembiraanku selama ku hidup di dunia. Tapi dengan melihat kau duduk di sebelahku, menjabat tangan ayahku, lalu mengucapkan janji suci di hadapan orang banyak, telah mampu membuat hatiku berdegup sangat kencang dan mampu membangkitkan senyuman terdalamku.
Air mataku mendadak menetes. Inilah ekspresi dariku mencerminkan perasaanku saat ini. Kau membuktikannya. Kau berani mengambil langkah besar ini. Untuk sebuah kehikmatan dunia dan akhirat.
Pertama kalinya matamu menatap mataku dalam keadaan halal. Seberkas senyum terhias di wajahmu. Ku raih tangan kananmu dan mencium punggung tanganmu masih dalam keadaan menangis.
Doa pun dipanjatkan setelah kau mengucapkan janji suci ini. Hatiku bertalu-talu memanjatkan doa pada-Nya. Aku sudah mantap. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri. Kau yang pertama dan yang terakhir. Aku mencintaimu sekarang dan kelak.
Dan di atas pelaminan, mendadak kau berbisik di telingaku. "Terima kasih sudah menungguku dengan sabar. Aku nggak terlalu lama menjemputmu kan?"
Aku mengangkat kepalaku, lalu memandangmu lagi. "Nggak. Allah memberikanmu padaku dalam waktu yang tepat dan yang ku inginkan."
"Terima kasih juga sudah menerimaku." ujarmu lagi.
Aku tertawa kecil. "Jika kau mengajukan sebuah yang halal, bagaimana aku menolak." tanpa pikir panjang, aku menggandeng tanganmu. "Dan kau satu-satunya lelaki paling pemberani yang pernah ku kenal." pujiku. Wajahmu mendadak memerah.
"Oh ya? Jadi sebelumnya?" kau menahan tawa.
"Hanya datang laki-laki yang menawarkan janji-janji palsu." kami berdua tersenyum.
Aku mengenalmu tak lebih dari tiga bulan namun entah mengapa setelah dialogku dengan-Nya, hatiku pun mantap untuk memilihmu.

Seperti Biasa

Kau datang padaku saat hujan turun dengan lebat malam hari itu. Aku menemukanmu menggigil di depan teras kosanku dengan keadaan basah kuyup. Tanpa pikir panjang lagi, aku mempersilahkan kau masuk dan duduk di kursi ruang tamu. Dengan segera aku mengambil handuk di kamar dan menyampirkannya di pundakmu.
Namun aku menemukan sesuatu yang ganjil di sana. Di bawah matamu. Terdapat setetes air yang mengalir dan itu bukan air hujan melainkan air mata.
"Ada masalah apa lagi?" tanyaku langsung. Kau yang lagi sibuk mengeringkan rambut panjangmu, mendadak terdiam, lalu menatapku perlahan.
"Ketahuan ya?" kau mencoba tersenyum namun gagal di mataku.
"Dia kenapa lagi? Nyakitin lo lagi?" aku sudah tahu apa yang ingin kau ceritakan. Pasti tak jauh-jauh soal dia.
Senyum palsumu mendadak hilang dan yang ada sekarang hanyalah tangisan asli. Bahumu berguncang. Kau terisak. Aku tahu aku salah menanggapimu kali ini. "So...sorry," aku langsung duduk di sebelahmu sembari memegang pundakmu. "bukan itu maksud..." mendadak kedua tanganmu melingkar di pinggangku. Kau menelusup di antara dada dan bahuku, lalu membenamkan wajahmu di situ. Dapat kurasakan air mata hangatmu tepat di hatiku.
"Bagaimanapun gue disakitin sama dia, entah mengapa gue berat buat lepas darinya. Gue udah terlanjur sayang." tangisanmu makin mendalam.
Seperti biasa, aku hanya dapat membelai rambutmu sembari lagi-lagi berkata, "Menangislah!"

October 3, 2012

Rindu Tanpa Nama

Aku masih tak tentu arah. Menjelajah daerah asing, melintasi perbedaan waktu serta memangkas kenyamanan. Ku lakukan semuanya untuk belajar dari pengalaman atau sekadar untuk mencarimu.
Kelak aku sangat membutuhkanmu
Kelak aku akan membahagiakanmu
Kelak jarak ini tak akan lagi memisahkan kita
Kelak akan ada pertemuan buah dari hasil kesabaran
Kelak setelah kau halal bagiku, sejauh apapun jarak akan selalu tetap menyatukan kita

Duhai seseorang yang tak kuketahui siapa, sejak lama aku mendambamu.
Duhai seseorang yang tak kuketahui dimana, aku selalu mendoakanmu agar kau selalu di bawah naungan-Nya
Duhai sang pemilik tulang rusuk, kapankah kau menghentikanku dalam pencarian ini?
Duhai calon imamku, apa kau tak mau mengambil rindu ini sekarang?

Rindu ini masih tanpa nama
Dan akan ternamai hanya dengan namamu saja
Segera tulislah namamu

Pupus

"Ya ampun Fer, makasih banget ya bantuannya tadi!" ujar Hilda seraya tersenyum lebar kepada Ferdy, salah satu teman sekelasnya yang telah membantu Hilda dalam mengerjakan soal Kimia tadi.
"Sama-sama, Hil. Apa gunanya teman coba kalau nggak saling tolong?" balas Ferdy. Tentu saja Ferdy senang hati dalam menolong Hilda. Ferdy menyukai Hilda semenjak mereka sekelas. Hilda duduk di depan Ferdy sehingga intensitas kedekatan mereka sangatlah akrab.
"Lo emang teman yang paling baik, Fer." Hilda menepuk-nepuk pelan bahu Ferdy. Mendadak, hati Ferdy berdegup kencang. Sudah sejak lama Ferdy berencana ingin mengutarakan perasaan terdalamnya kepada Hilda namun lagi-lagi Ferdy terbentur oleh perasaan tidak enak. Ia takut jika Hilda mengetahui perasaan sebenarnya, gadis itu akan menjauhinya. Tapi jika ia tetap memendam perasaan ini, Ferdy juga takut akan ada lelaki lain yang akan menyalipnya untuk mendapatkan hatinya Hilda.
"Gue mau ngomong sesuatu." mendadak Hilda dan Ferdy berkata hal yang sama berbarengan. Hilda tertawa kecil.
"Lo duluan deh, Fer!" suruh Hilda.
"Lo duluan aja, Hil! Ladies first." timpal Ferdy.
"Dasar lo!" Hilda pun menengok ke kanan dan ke kiri, untuk memastikan tak ada orang yang menguping pembicaraan mereka. "Sebenarnya gue agak malu sih bicara tentang hal ini," Hilda pun memulai ceritanya. "tapi kalau gue pendam terus, gue takutnya nyesel pada akhirnya." Ferdy menahan nafas ketika mendengar lanjutan cerita Hilda.
"Lo mau cerita apa ya?" Ferdy tak sabaran dengan cerita Hilda selanjutnya.
Hilda menatap mata Ferdy. "Lo mau nggak," kalimat seperti itulah yang Ferdy tunggu-tunggu sedari tadi dan berharap jika kelanjutannya berbunyi seperti ini 'jadi pacar gue?'. Dan ternyata sambungan kalimat itu diluar dugaan dari harapan Ferdy.
"M...maksud lo?" tanya Ferdy gagap.
"Masa mesti gue ulang sih?" Hilda tak kuasa menahan malu. Pipinya telah berubah warna menjadi seperti tomat. "Lo mau nggak, comblangin gue sama Dion, temen lo di kelas sebelah, Fer?" pinta Hilda dengan tatapan penuh harap. "Gue suka dia udah lama. Mau ya bantuin gue?" Hilda tersenyum manis dan tak menyadari perubahan ekspresi wajah Ferdy.
Tubuh Ferdy serasa melayang. Tak ada lagi senyuman kegembiraan yang terpancar di wajah pemuda tersebut. Namun air wajah Hilda yang terlihat begitu manis dapat meluluhkan hati Ferdy.
"Sebisa gue, Hil." sahut Ferdy memaksa untuk senyum. "Sebisa gue apakah gue sanggup ngelihat lo pacaran sama cowok lain." lanjut Ferdy dalam hati.

October 1, 2012

Tangisan Tanpa Memori

Saskia termenung melihat seorang pria berjalan di hadapannya sembari menggandeng tangan seorang wanita. Pikirannya kosong dan hatinya hampa. Entah mengapa tiba-tiba hatinya menjadi perih dan sesak. Air mata mendadak meleleh dan terjun bebas di pipinya. Ia benar-benar tidak tahu mengapa perasaannya bisa sepedih ini. Padahal ia tak mengenal pria dan wanita tersebut.
Tangannya gemetaran meraih pegangan kursi. Kakinya tak kuat menopang tubuhnya. Disenderkannya punggung di atas kursi. Sejuta pertanyaan bermunculan di otak Saskia. Apa yang telah terjadi dengan dirinya? Untuk apa ia menangisi orang yang tak ia kenal? Lalu pertanyaan yang paling menyeruak di benak Saskia adalah, apa alasan ia menangisi orang tersebut?
Entah kapan letupan pertanyaan ini dapat ia temukan jawabannya. Ingatan memori Saskia telah memudar. Ia tak akan pernah tahu pria yang ia tangisi adalah Arya, pria yang pernah menorehkan kebahagiaan di hati Saskia, lalu mendadak pergi meninggalkannya. Kelak, jika ingatan Saskia benar-benar tak kembali, seharusnya tangisan tanpa memori ini menjadi yang pertama dan terakhir kali untuk seseorang yang pernah menyia-nyiakannya itu.

Berteman lagi?

Kedua tatapan mata ini bertemu kembali. Lama sudah mereka tak bertatap muka bahkan berpandangan cukup lama seperti saat ini. Hanya ada ekspresi saling terkejut di antara Nerina dan Reza, mantan sepasang kekasih yang sudah lama tak bertemu.
"Ha...hai!" sapa Reza dengan gagap.
Nerina hanya dapat tersenyum paksa. "Ha...hai juga!" balas Nerina tak kalah gagap.
Keheninganlah yang dapat melanda mereka di saat seperti ini. Dari Reza maupun Nerina sepertinya sudah kehilangan topik pembicaraan. Padahal empat tahun lalu, setiap kata pun dapat menjadi topik yang seru bagi mereka.
"Lagi sibuk belanja ya?" tanya Reza basa-basi sembari melirik kedua tangan Nerina yang digantungi oleh tas belanjaan.
"A...ya, seperti itulah!" jawab Nerina singkat. Tanpa dipungkiri, hatinya berdebar kencang. Inilah kali pertama ia bertemu Reza lagi setelah satu setengah tahun lamanya, semenjak mereka putus.
"Ada waktu buat ngobrol-ngobrol sebentar di cafe?" tawar Reza seraya tersenyum. Nerina dapat menangkap senyuman Reza itu. Senyuman yang dulu ia lihat hampir setiap hari. Senyuman yang membuat dia susah untuk move on setelah putus dari lelaki tersebut.
"Boleh!" Nerina setuju. Mereka berdua pun duduk-duduk di sebuah kedai kopi sembari bercerita mengenai kehidupan masing-masing setelah berpisah.
"Jadi lo baru putus?" tanya Nerina hati-hati setelah mendengar cerita Reza.
"Ya, begitulah!" Reza membenarkan. "Terkadang," pandangan Reza menerawang. "gue nyesel udah putusin lo dulu." ingatan Nerina langsung kembali kepada peristiwa satu setengah tahun yang lalu, dimana Reza memutuskannya hanya karena masalah yang menurutnya abstrak.
Nerina mencoba tertawa, namun ia tahu tawanya tak renyah. "Itu kan masa lalu, Za. Pasti ada penyesalan." Nerina menyahut.
"Lalu, apa lo nggak pernah rindu sama gue?" Reza langsung menembak pertanyaan mati. Nerina terdiam tak menjawab. Bagaimana mungkin ia melupakan Reza dengan mudah? Walau ia bukan pacar pertama tapi Reza adalah satu-satunya lelaki yang pernah berkesan di hati Nerina untuk waktu yang lama.
"Pernah sih." Nerina menghela nafas. Reza tersenyum mendengar jawaban singkat Nerina.
"Apa kita bisa," hati Nerina makin berdegup kencang. "berteman seperti dulu lagi? Mulai dari zaman sebelum kita pacaran?"
Pandangan Nerina tertuju tajam ke mata Reza. Kepalanya terangguk. "Bisa." ujarnya pelan.
"Benarkah?"
Nerina mengangguk memastikan. "Untuk merayakan pertemanan kita lagi, gue mau minta lo melakukan satu hal, Za."
"Apa?"
"Lo datang ke pernikahan gue minggu depan ya?"
Bak disambar petir di siang bolong setelah mendengar perkataan Nerina barusan. Reza tergagap dan seolah salah mendengar dengan maksud Nerina. Tapi ternyata pendengarannya tidak salah. Terdapat sebuah cincin perak melingkar di jari manis Nerina.
Reza tersenyum kecut. Ribuan penyesalan tertanam mendadak karena sudah memutuskan Nerina. Ia merasa menjadi yang paling bodoh sekarang.

Lingkaran Hidup

Mengenai cinta, kita saling memberi serta mengasih. Itulah sebuah keseimbangan yang selaras. Namun apakah ini sudah cukup bagimu atau bagiku?
Tidak.
Terjebak dalam sebuah kenyamanan terkadang membuatku cemas. Apakah kenyamanan ini tak berimbas apapun dalam hubungan ke depannya? Layaknya kita yang sudah terjebak dalam lingkaran kenyamanan serta enggan keluar hanya untuk sekadar belajar membuat persegi bahkan kubus.
Cerita kehidupan tak selamanya datar. Sebuah bangun ruang abstrak dapat menjadi masa depan kita. Aku hanya mencemaskan kita tak dapat menemukan titik-titik sudut, lalu menarik sebuah makna. Aku takut kita tak dapat memperkirakan cukupnya rusuk untuk membatasi sisi. Aku takut kita tak mempunyai sisi untuk membangun ruang. Aku takut kita terlena mengisi volume tanpa sebuah pemikiran ke depannya, apakah cukup atau kurang. Karena selama ini kita hanya mengetahui tentang sebuah benda dua dimensi yang tak akan pernah mempunyai sudut bernama lingkaran.

September 29, 2012

Fighter of Marketing 3



Kami mengenal kurang dari satu tahun. Mengerjakan hal yang sama setiap harinya dan mengalami nasib yang sama setiap harinya. Berjuang untuk sebuah kontrak, PO, serta payment yang terkadang mendera. Namun itulah sebuah pertemuan, yang pada akhirnya berujung perpisahan. I will miss you all, Mba Selvi and Mba Mpi :((

September 28, 2012

Penyesalan Karena Api


Aku hanya bisa termenung, menyesali perbuatanku waktu lalu. Ternyata dampak dari ajang coba-cobaku ini berbuntut penyesalan dan sakit hati. Aku harus rela kehilangan orang yang sangat ku cintai hanya karena perasaan penasaranku semata.
Sebenarnya, senyuman Ferdan memang sangat manis dan tak bisa ku pungkiri bahwa hatiku tertarik padanya. Dan ternyata, Ferdan pun menyimpan hal yang sama sepertiku. Kami berdua saling tertarik dan sama-sama penasaran.
Akhirnya ku memutuskan untuk melakukan hubungan terlarang ini walaupun awalnya ku hanya coba-coba. Tetapi ternyata, ajang coba-coba ini membuahkan hasil yang sangat istimewa. Sungguh sangat luar biasa memang hubungan gelap kita ini.
Lambat laun, aku pun merasa bersalah kepada orang lain, yang telah ku buat sakit hati secara diam-diam. Padahal orang itu sangat mencintaku, menyayangiku, dan menerimaku apa adanya. Sehingga ku berpikir untuk mengakhiri petualangan terlarangku bersama Ferdan.
Di sisi lain, aku sungguh berat untuk meninggalkan Ferdan karena ku mencintainya juga. Hingga ku berada di posisi yang sulit untuk memilih. Sampai pada akhirnya, aku terlambat untuk memilih. Hubunganku dengan Ferdan telah diketahui olehnya. Dia sangat murka mendengarnya sampai pada akhirnya ia meninggalkanku. Sendiri.
Ku berpikiri aku masih mempunyai Ferdan sebagai pengganti. Tapi ternyata pikiranku salah. Ferdan telah menjalin hubungan kasih dengan wanita lain juga. Dan sekarang, aku benar-benar sendiri tanpa siapapun.
Aku selalu menghela napas panjang jika mengingat ini semua. Sebuah kisah yang berawal dari coba-coba dan berbuntut penyesalan
Hatiku selalu menyesal. Andai saja aku tak bermain api dengan Ferdan, mungkin aku tak akan terbakar seperti sekarang ini. Bak kayu yang sudah tak tersisa setelah terbakar. Itulah diriku sekarang.

Tak Terungkap

"Erika!" panggil Tristan setengah berteriak. Erika menghentikan langkahnya tanpa berbalik ke arah Tristan. "Kenapa akhir-akhir ini kamu menghindari aku?" tanya Tristan sengit. "Selama ini banyak yang menjauhiku karena mereka pikir aku seorang siswa berjiwa preman yang menakutkan. Tapi semenjak kamu ada, banyak siswa yang mau berteman denganku lagi. Kamu nggak segan-segan mengobrol, dekat, dan mau berteman denganku." Tristan menengadahkan kepalanya, lalu kembali memandangi Erika yang berdiri memunggunginya. "Tapi entah apa yang terjadi, kamu berubah sekarang. Kamu menjauhi aku."
"Aku sama sekali nggak menjauhi kamu. Aku hanya mau lebih konsentrasi belajar." koreksi Erika. "Dan," Erika pun membalikan badannya. Sekeras mungkin usahanya supaya tak ada air mata yang jatuh. "kalau kamu nggak keberatan, lebih baik kita nggak perlu dekat lagi. Hanya sebatas adik dan kakak kelas saja."
Tristan terkejut bukan main dengan perkataan Erika barusan. Ia berjalan mendekati Erika dengan langkah gontai. "Aku tahu nama kamu jadi rusak karena dekat denganku. Predikat juara kelas yang kamu sandang pasti jadi luntur karena berteman dengan siswa preman sepertiku." tukas Tristan sembari menghela nafas panjang. "Baiklah, kalau ini mau kamu, aku nggak keberatan. Sebisa mungkin, aku akan menjauhi kamu."
Bagai hati yang nyaris hancur, lalu seketika ditusuk oleh pisau tajam, langsunglah pecah hati Erika. "Oke," Erika mengangkat wajahnya, menatap pemuda yang tanpa sadar ia cintai itu. "terima kasih, Tristan." ujar Erika dengan nada parau. Air matanya sudah menggenang di pelupuk matanya, tinggal tunggu waktu untuk mengalir.
"Terima kasih kembali." balas Tristan. "Selamat tinggal, Erika. Mungkin aku akan jadi pergi ke Inggris mengikuti saran ibuku." ia lalu berbalik dan berjalan meninggalkan Erika sendirian.
Tangis Erika pecah setelah Tristan pergi. Hatinya benar-benar berat merelakan perasaannya kepada Tristan agar pemuda itu mendapatkan masa depan lebih cerah di Inggris sana. Dengan cara ini, mungkin Tristan akan pergi ke negeri tersebut untuk melanjutkan pendidikannya dan hidup lebih baik.
Dan di jarak yang tak begitu jauh, hati Tristan ikut hancur juga. Entah sudah berapa perempuan pernah ia taksir, namun baru kali ini ada satu perempuan yang mampu menjungkirbalikan dunianya. Berawal dari penasaran, lalu tumbuhlah rasa ingin memiliki namun agak tak mungkin.

September 25, 2012

Titipkan Padaku

Aku. Seseorang yang selalu memperhatikanmu dari jauh. Selalu mendengarkan keluh kesahmu. Selalu ada saat kau butuh. Tidakah kau dapat melihatku menjadi seseorang yang lain di matamu sekali saja?
Dia yang selalu menyakitimu. Dia yang tak pernah membuatmu bahagia. Apakah hanya dia yang di hatimu?
Aku dan dia berbeda. Sangat berbeda. Aku mencintaimu. Dia tidak. Aku ingin membahagiakanmu. Dia tidak. Aku yang selalu ada di sampingmu. Dia tidak.
Sebelum aku benar-benar menyerah, bisakah kau melirikku sekali saja? Melihatku, memandangku, memaknai arti hadirku.
Sebelum kau tersakiti lebih dalam, bisakah kau titipkan hatimu padaku? Untuk ku jaga selalu.

Coldplay - Fix You

Dimana Raymond?

Laura mendapatkan ingatannya kembali. Semua hal dapat diingatnya. Tentang dirinya, keluarganya, teman-temannya, bahkan tentang Raymond,  lelaki yang ia cintai hampir tiga tahun belakangan ini. Hampir satu tahun lamanya ia lupa akan segalanya akibat amnesia yang deritanya. Kerinduan yang telah memuncak di hati Laura, tak dapat menghalanginya untuk segera mencari Raymond.
Didatanginya rumah Raymond hanya untuk sekadar bertatap wajah dengan lelaki tersebut. Namun apa dikata, Raymond telah tak tinggal di situ lagi. Laura tak menyerah begitu saja. Dicarinya Raymond mulai dari kampus, tempat magang Raymond, hingga rumah teman-teman Raymond. Salah satu teman Raymond yang Laura singgahi bernama Aryo. Tentu saja Aryo terkejut setengah mati melihat keadaan Laura yang telah pulih.
"Yo, gue udah ingat semuanya! Raymond dimana? Gue mau ketemu dia? Gue kangen." ucap Laura dengan wajah sumringah.
Ekspresi wajah Aryo hanya menampakan keterkejutan yang mendalam. "Lo belum tahu dimana Raymond, Ra?"
"Mungkin selama gue amnesia, Raymond sering menjenguk gue tapi gue lupa akan kejadian sebelum gue dapetin semua ingatan gue. Dimana Raymond?" tanya Laura antusias.
Aryo bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Melihat air wajah Laura yang penuh dengan kegembiraan serta dihiasi seulas senyuman, mana mungkin Aryo tega mengajak Laura ke tempat Raymond berada. Tempat dimana sebuah batu nisan abu-abu berdiri tegak di sebuah pusara. Batu nisan yang bertuliskan Raymond Joshua.

September 24, 2012

Groundbreaking Thinker

Pemikir Pendobrak

Tipe Pemikir Pendobrak adalah orang-orang penuh pesona dan antusias. Mereka benar-benar penuh dengan energi dan suka mengambil posisi di tengah-tengah perhatian. Mereka menyukai keragaman baik dalam kehidupan profesional maupun personal. Tipe Pemikir Pendobrak menghadapi perubahan secara konsisten dengan optimisme serta keyakinan teguh dalam kemampuan mereka sendiri; mereka selalu mencari kemungkinan ke arah yang lebih baik. Ketrampilan komunikasi mereka yang cemerlang merupakan keuntungan besar bagi mereka di sini. Mereka mendekati dunia dengan rasa ingin tahu serta keterbukaan dan mengendalikan situasi-situasi baru dengan bakat improvisasi yang besar dan lihai. Waktu luang mereka dihabiskan dengan begitu banyak hobi; kebanyakan tipe Pemikir Pendobrak suka bepergian untuk mengumpulkan sebanyak mungkin pengalaman. Tipe kepribadian ini tak terkalahkan dalam menemukan kemungkinan-kemungkinan baru.



Dalam bekerja, tipe Pemikir Pendobrak sangat menghargai tantangan dan keragaman pekerjaan. Mereka tidak tahan rutinitas dan pekerjaan yang terlalu mendetail. Mereka suka membuat orang tercengang dengan ide-ide berani untuk proyek orisinil baru kemudian menyerahkan kepada orang lain untuk melaksanakannya. Hirarki, aturan, dan kaidah membangkitkan penolakan mereka dan mereka suka mengakali sistem. Sangat penting bagi mereka untuk menikmati pekerjaan yang mereka lakukan; jika hal itu terjadi, dengan cepat mereka menjadi para pecandu kerja sejati. Kreativitas mereka muncul paling baik saat bekerja sendiri; namun mereka sangat pandai mendorong orang lain dan menulari orang lain dengan sifat optimis mereka. Kegiatan konseptual atau menasehati khususnya menarik bagi tipe Pemikir Pendobrak. Bisa terjadi beberapa orang merasa terkecoh dengan sifat fleksibel dan spontan mereka.



Keluwesan dalam bergaul serta kesenangan mereka dalam mencoba hal-hal baru membuat tipe Pemikir Pendobrak selalu memiliki lingkaran teman dan kenalan yang luas di mana kegiatan memegang peranan penting. Karena mereka lebih sering bersuasana hati gembira, mereka populer dan sangat terbuka terhadap orang-orang baru. Menggerutu dan kesal tidak ada dalam kamus mereka. Namun demikian, mereka cenderung agak tak dapat ditebak dan tidak stabil saat harus berhadapan dengan kewajiban dan ini membuat mereka tampak tidak dapat diandalkan bagi sebagian orang. Tipe Pemikir Pendobrak sangat kritis dan menuntut saat memilih pasangan karena mereka mencari hubungan ideal dan memiliki gambaran yang sangat nyata mengenai hubungan yang ideal ini. Memiliki tujuan yang sama dalam kehidupan sangat penting bagi mereka. Mereka tidak menyukai kompromi dan lebih memilih melajang ketimbang harus melakukannya. Bagi si pasangan, seringkali merupakan tantangan untuk menjalani hubungan jangka panjang dengan seorang Pemikir Pendobrak. Tipe Pemikir Pendobrak membutuhkan banyak ruang dan keragaman karena jika tidak, mereka akan menjadi bosan dan merasa terkekang. Tipe-tipe yang agak lebih tradisionalis biasanya punya masalah dengan kebersediaan tipe Pemikir Pendobrak untuk mengambil risiko dan tindakan-tindakan mereka yang kadang-kadang gila dan spontan. Namun demikian, jika Anda memiliki cukup keluwesan dan toleransi terhadap mereka, Anda tidak akan pernah bosan dengan kehadiran mereka dan akan selalu memiliki pasangan yang setia dan dapat dipercaya.



Sifat-sifat yang menggambarkan tipe ini: ekstrovert, teoritis, logis, spontan, rasional, inovatif, cerdas, terbuka, mandiri, ingin tahu, mencoba hal-hal baru, analitis, lihai, antusias, berani mengambil risiko, inventif, penuh semangat, mudah bergaul, optimis, tidak tunduk pada aturan, kreatif, mencintai kebebasan, memesona, mampu membangkitkan antusiasme, percaya diri, komunikatif, tidak mudah ditebak, ramah.

September 14, 2012

Smell of Rain

Katanya hujan datang kembali. Menyiramkan sejuk airnya terhadap tanah sehingga menimbulkan petrichor yang menyeruak. Kenangan lama mungkin tersirat kembali, mengingat telah lama tak bertemu. Hujan itulah seperti kau. Muncul dengan ketenangan setelah lama merasakan hawa panas kemarau. Tapi mengapa kau hanya datang sebentar, dan hanya membawa baumu. Aku tak melihat sosokmu namun ku merasakan bekas hadirmu di sekitarku.
Di waktu kali ini aku tak dapat menangkap hadirmu karena ku tahu aku masih terlalu lemah untuk menjadi penyandangmu. Bukan berarti ku menyerah melainkan tetap berdoa untuk segera yang baik di mata-Nya.

September 9, 2012

Menatapmu

Senja kian merapat. Matahari tak berada di puncaknya lagi. Awan keemasan mulai mewarnai sore yang berhawa sejuk. Irish, gadis berambut panjang yang kepalanya masih terbalut oleh perban putih, mencoba untuk bangkit berjalan kembali, menikmati sore yang entah masih bisa ia bilang indah atau tidak.
Ingatannya tak pulih seperti semula. Benturan keras dalam kecelakaan lalu telah merenggut segala memori yang terfolder rapi di kepalanya. Tak satupun dapat ia ingat, tak terkecuali Ben. Lelaki yang ia cintai hampir tiga tahun ini. Lelaki yang tak akan pernah direstui oleh keluarganya untuk menjadi belahan jiwanya.
Tangan langsing Irish meraba bangku kayu taman yang mulai lapuk dimakan cuaca. Pikirannya kosong. Tatapan matanya hampa. Entah apa yang ia coba untuk pikirkan karena memorinya benar-benar kosong. Senja pun ia tatap dengan penuh tanda tanya.
Apa senja seindah ini pernah aku lihat sebelumnya? Jika pernah, dengan siapa aku melihatnya?
Tanpa ia ketahui, dari jarak yang sangat dekat, sepasang mata sedang mengarah padanya. Namun sepasang mata itu penuh dengan kegelapan. Sepasang mata yang sering menatapnya dengan cinta tapi kini hanya menatapnya kosong. Ben hanya dapat mengarahkan matanya ke arah Irish tanpa menatapnya. Kornea matanya tak dapat menangkap cahaya lagi. Entah berapa kali lagi Ben harus menatap Irish dengan kebutaannya.

Rasa

Aku terlalu takut untuk berbicara tentang rasa. Usia yang tak terlalu matang dan tak terlalu dini menjadi sebuah pintu kegamangan yang menjadi penghalang. Dulu, hanya mengagumi tanpa kemajuan dan malah jalanku memutar untuk berkenalan dengan yang lain. Sekarang ku pahami apa yang kubutuhkan dan bukan apa yang kuinginkan meskipun keinginanku sekarang belum tentu apa yang kubutuhkan sekarang.
Kau. Yang jauh di sana. Apakah kau akan pulang padaku?
Kau. Yang tak tahu dimana. Apakah kau akan melirikku sebagai sesuatu yang beda?
Kau. Yang hanya kuperhatikan dari dunia angan. Apakah aku hanya sebatas teman di dunia tak nyata?
Aku tak menyalahkan waktu yang telah memisahkan kita hingga sejauh ini
Malah karena waktulah kita dapat belajar mengenai rasa dan juga hati

안녕히 가세요 21



Once again stepping in young age. Congratulation ^o^
There are so many experiences and things that I've learned from my life now.
Up and down, straight and turn left or turn left
But sometimes I almost turn back (not turn back yet)
It is useless if i turn back to past because i believe my future is more beautiful ^^v
I am really happy in 21 age-going-to-22 age
This happiness doesn't mean i am satisfied and stop to reach about the dream
It is meaning i am grateful to God what God give to me in this time
My family, my friends, my carrier, my job, my world, and etc are the reason for me to always keep smile
But, it not over yet
I am still looking for someone
Someone who will be my last love (read: husband)
It is not ridiculous or about joy
It is about you (someone without name) :p
Let you find me cause i always be here
생일을 축하합니다 Dika ~

July 14, 2012

I am

I'm a million contradictions
Sometimes I make no sense
Sometimes I'm perfect 
Sometimes I'm a mess
Sometimes I'm not sure who I am

Hillary Duff (I am)

June 17, 2012

Follow Your Heart

who's to say the rules must stay the same forevermore
whoever made them had to change the rules that came before

so make your own way show the beauty within
when you follow your heart there's no heart you can't win

so reach for the sky it's not as high as it seems
just follow your heart go as far as your dreams

dare if you want to, don't fear the fall
take a chance, it's better than to never chance it all

there's a world full of changing and you've just begun
don't let them tell you it's simply not done
when you follow your heart you'll shine bright as the sun

Cinderella II (Dreams Come True)

May 26, 2012

Controllable Love

Beludru hitam bak terhampar di langit malam yang pekat
Gemerlap dari sang bintang yang menjangka membentuk tumpuan sudut
Setiap percikan cahayanya yang sampai ke bumi, tak terasa namun indah
Kegelisahan ingin menggapai terlalu tinggi, terutama memiliki
Begitupula kau
Ku hempaskan pandangan mata ini untuk kembali pada laut
Dengan mengartikan bukan ku menyerah melainkan untuk mengendalikan cinta

May 21, 2012

Rinai Hujan

Bulan dan bintang
Kami selalu bertegur sapa dalam kesenyapan malam. Mengakrabi nyinyir angin yang mengganggu kemesraan kami dengan embusannya. Kadang ia membisikkan kegelisahan yang memagutku sampai aku menelusup di balik selimut.
Aku tahu, diriku bukanlah tentang segalanya ketika dia memanggangku dengan sinar matanya hingga aku mengabu tak bersisa.
Wahai, siapakah pemilik muslihat penuh dusta ini hingga menghilangkan kedirianku, mengusikku saat mencari kedalaman kelam pada langit malam.
Aku hanya rinai hujan yang tak akan pernah sampai padanya, pada bulan, pada bintang. Hanya kembali pada bumi.



~Farah Hidayati (Rumah Tumbuh)~

May 17, 2012

From Wira To Elisha

Di sini. Di depan laut yang luas dan tak berujung, mereka bertemu. Saling menatap tanpa mengucapkan sepatah katapun mereka nikmati setelah terjadinya pepisahaan yang tak mereka inginkan. Elisha masih secantik yang dulu di mata Wira. Senyumannya yang lepas tetap menjadi daya tarik gadis tersebut dan menjadi salah satu hal yang membuat Wira tertarik hingga detik ini. Mungkin yang berbeda hanya rambutnya yang dulu pendek sebahu, lalu sekarang tergantikan menjadi tergerai panjang di punggungnya. Wira pun masih setampan yang dulu di mata Elisha. Mata elangnya yang tajam namun penuh dengan kasih sayang menjadi alasan bagi Elisha untuk tetap berlama-lama bertatapan dengan pemuda tersebut.

"Kau ada di sini?" tanya Elisha, memulai pembicaraan yang sudah lama terputus. Embusan angin laut yang semakin kencang menerbangkan rambut panjang Elisha. Di bawah biasan senja sore, Wira masih senang memperhatikan setiap mimik wajah Elisha yang menurutnya semakin cantik.

"Ya, aku di sini! Laut pertama dan terakhir yang kita datangi bersama." Wira menjawab. Elisha terdiam. Ingatannya langsung melekat ke empat tahun lalu. Dimana mereka berdua berdiri di tempat yang sama, saling mengakui perasaan masing-masing namun tak dapat melanjutkannya.

"Kenapa kamu pergi gitu aja? Kenapa kamu nggak berusaha mempertahankan aku?" nada suara Elisha mulai bergetar. Tergenang sudah air mata Elisha di pelupuk mata. "Apa pengakuan kamu empat tahun yang lalu adalah sebuah kebohongan?" tumpah sudah air mata kesedihan Elisha di pipinya.

Jarak mereka masih terpaut dua meter di depan. Mereka tak berani saling mendekat karena takut akan menimbulkan sebuah kesakitan hati satu sama lain jika mendekat.

"Hal ini yang baru aku pelajari selama hidup ini. Sebuah keikhlasan." Wira mulai menjelaskan. "Jika ini bukan ikhlas namanya, aku bisa saja menculikmu kapanpun. Dan tak akan membiarkan siapapun memiliki kamu."

"Lalu apa kamu akan mengikhlaskan aku begitu saja? Tak ada perjuangan sama sekali?" makin banyak air mata yang mengalir di pipi Elisha, membuat Wira ingin melangkah maju untuk mendekatinya, lalu menghapus kesedihan itu. Namun kakinya terlalu berat untuk melangkah karena ia takut.

"Ada waktunya kapan kita perlu memperjuangkan sesuatu secara mati-matian dan kapan kita perlu melepas sesuatu dengan penuh keikhlasan." ujar Wira. "Seperti dahulu, ayahku, aku, dan Wina berjuang menyelamatkan ibuku dari penyakit yang ia derita untuk disembuhkan. Kami terus berusaha dan berdoa agar       ibuku dapat sembuh kembali. Tapi dari usaha yang telah kami lakukan, Tuhan ternyata mempunyai jalan lain yang lebih indah. Kami nggak tega terus-terusan melihat ibu menderita karena penyakitnya. Mungkin dengan diambilnya nyawa ibuku, beliau akan lebih bahagia di sana dan tanpa merasakan rasa sakit yang terus dideritanya. Maka dari itu, kami harus melepasnya dengan ikhlas setelah kami memperjuangkannya mati-matian."

"Dan aku?"

"Setidaknya kamu sudah tahu bahwa aku menyukaimu. Begitu juga aku. Namun keluargamu mungkin lebih merasa lega dan bahagia jika kamu bersama dengan Rama bukan denganku. Aku belum mempunyai wewenang untuk mengajakmu pergi atau kabur karena aku sadar aku tidak memiliki hal apapun untuk membuatmu bahagia jika kau pergi denganku. Lalu kuputuskan untuk mengikhlaskan dirimu dengan Rama pada saat itu." Wira terus menjelaskan. Matanya yang sedari tadi menatap tajam Elisha, mendadak mengarah ke laut yang terbentang di hadapannya. "Namun ini semua bukanlah akhir, El. Aku berjanji pada diriku sendiri jika telah mendapatkan sesuatu yang dapat membuatmu bahagia di sisiku, aku akan datang menjemputmu meski aku tak tahu apa aku sudah terlambat atau belum."

"Bagaimana kamu bisa yakin jika keikhlasan kamu belum terlambat? Bagaimana jika detik ini aku sudah menikah dengan Rama?" Elisha mencoba untuk menahan diri agar tak berteriak.

Sekali lagi Wira menatap tajam ke dalam mata Elisha. Langkahnya tak berat seperti sebelumnya. Ia berjalan mendekat dengan perlahan. Persis sekarang di hadapannya berdiri seorang gadis yang empat tahun lalu begitu ia sayangi dan sampai detik ini perasaan terdahulu belum berubah. Wira tetap mencintai Elisha dari dahulu hingga sekarang.

"Karena aku yakin dengan mengikhlaskan cinta, kita malah akan dapat menggapainya." setelah mengucapkan kalimat tersebut, sesuatu yang paling ditakuti oleh Wira pun dilakukannya. Sebuah pelukan mendekap Elisha dengan penuh kehangatan di tengah angin laut yang terus berembus. Elisha menangis semakin menjadi. Perasaan kesal, marah, rindu, senang, dan beribu perasaan tak terdefinisi berkumpul menjadi satu di dalam pelukan Wira. "Terima kasih sudah bersabar selama ini. Terima kasih." bisik Wira tepat di telinga Elisha.

Sudah saatnya untuk mereka berdua menggapai sebuah kebahagian dari kesabaran dan keikhlasannya selama ini. Ini janji dari Tuhan untuk umat-Nya yang bersabar, dan terus berusaha meski ada peluang untuk putus asa.

May 13, 2012

Kugy's poetry with little revision

Dear Allah


Aku mencintainya
Di depannya aku menjadi diriku sendiri
Seperti air-Mu yang selalu membawa semua pesanku
Dia pun begitu, membuatku hanyut oleh sorot matanya
Membuatku lupa oleh kesederhanaan suaranya
Sampai aku tak bisa katakan apa-apa padanya
Bahkan untuk sekadar bilang rindu atau butuh
Banyak yang tidak mengerti kalau terluka kan saling menyalahkan
Karena itu aku takut bicara tentang hati, maka aku tuliskan saja
Lalu ku simpan dan mungkin ku kirimkan ke entah kemana

May 8, 2012

5C



“You asked us about teamwork, but really there is no secret. We just live like sisters.” - Choi Sooyoung

May 5, 2012

E s

Hidup ini kupersembahkan untuk orang-orang yang ku sayang. Mereka telah menebarkan keceriaan dalam sulitnya hidup. Tak bisa ku tolak jika mereka membutuhkan bantuanku. Sampai suatu ketika, bantuan yang mereka minta adalah mengenai tentang keteguhan hatiku. Mereka ingin aku bersama dengan seseorang yang mereka suka.
Bukannya aku menolak karena aku tak suka dengannya tapi hatiku telah terarah pada yang lain, seseorang yang diam-diam memenuhi otakku hingga pikiranku nyaris dijungkirbalikan olehnya. Usiaku tak semuda seperti saat ku harus memutuskan SMA atau universitas mana yang harus ku pulih namun sekarang adalah pilihan mengenai pendamping hidup yang aku sendiri tak bisa menggantinya.
Mataku mulai mengarah ke depan. Telingaku mulai tertutup. Serta hatiku sudah mulai berbicara. Hidupku bukan untuk orang lain. Naskah yang telah ditulis oleh-Nya mempunyai pemeran utama yang harus mengarahkan dimana drama ini akan berlanjut dan berakhir. Pemerannya adalah diriku sendiri.