Showing posts with label #playwithwords. Show all posts
Showing posts with label #playwithwords. Show all posts

June 4, 2013

Teruntukmu


Aku tahu terjatuh itu sakit tapi kau selalu menyuruhku untuk terus bangkit. Dengan linangan air mata dan emosi meledak, terkadang keras kepalaku muncul. Tak mendengar perkataanmu dan tetap pada jalanku. Di saat aku tersenyum dan bahagia, aku terkadang melupakanmu, tak teringat sedikitpun akan nasihatmu yang lalu walau ternyata apa yang kau ucapkan ada benarnya juga. Inilah aku, manusia yang luput akan sesuatu yang semu. Cinta kau salah satunya. Kau tak pernah menampakan rasa cinta dan sayang dalam bentuk perkataan semata atau perbuatan yang membuatku bahagia tetapi kau selalu ada di saat aku butuh atau tidak. Dengan semakin menipisnya tenagamu, kau tidak akan diam melihatku dalam kesulitan. Dengan berputarnya waktu, kau tidak akan terlelap sebelum ku tenang. Dengan bertambahnya rambut putihmu, kau akan terus menjagaku. Berapapun usiaku dan sejauh apapun aku melangkah, aku akan selalu menjadi gadis kecilmu, Ayah.

May 24, 2013

Filosofi Pelangi

Terkadang aku salah tangkap dengan konsep pelangi setelah badai. Mereka berkata setelah badai yang menerjang, akan ada pelangi yang melingkar indah. Istilah metafora tersebut dapat diartikan sebagai setelah cobaan akan ada kebahagiaan di baliknya. Namun satu hal yang aku pertanyakan, mengapa kebahagiaan baru muncul setelah ada cobaan? Pelangi tidak muncul setelah hujan atau badai saja. Dia ada di mana-mana. Dengan berbekal pembiasan cahaya serta setetes air bening sebagai medium, spektrum warna tersebut akan muncul. Dialah sang pelangi.  Sekarang, kau gerakan matamu. Carilah pelangi dan bukan menunggu pelangi itu muncul. Sama halnya dengan kebahagiaan. Kita dapat menemukan banyak kebahagiaan di manapun, tidak setelah cobaan datang saja. Modal dasar yang dibutuhkan hanyalah cahaya, yaitu pikiran positif, dan air, yaitu senyum. Kelak pelangi yang diformulasikan akan muncul melingkar indah di tempat kau letakkan cahaya dan air secara seimbang.

April 4, 2013

Inti Atom


Ibaratkan manusia adalah inti atom yang terkandung dalam sebuah atom bernama kehidupan. Dimana inti atom sendiri selalu terdapat proton, yang memberikan muatan positif, dan neutron, yang memberikan muatan netral. Pada dasarnya, manusia sendiri terlahir untuk berpikir positif serta bersifat netral untuk meminimalisasi masalah. Namun inilah kehidupan yang dikelilingi lingkaran cukup luas dan terdapat kandungan lainnya. Seperti atom yang tak hanya terdiri dari inti atom saja, melainkan awan elektron juga, yang memberikan muatan negatif bagi inti atom. Sekarang tugas bagi manusia, apakah dapat menyeimbangi muatan tersebut dan berhasil membentuk sebuah ion yang bernama pola pikir. Walau kenyataannya, ion pun distimulasi menjadi dua pilihan. Apakah manusia dapat menciptakan kation, ion bermuatan positif, atau malah terjebak dalam anion, ion yang bermuatan negatif.

March 10, 2013

Pelangi Terakhir

Mulanya kau tak diatur dalam sebuah ambisi maju. Namun waktu telah mengajarkan banyak sisi lain yang tak kau pelajari dengan tuntas dan saksama. Terlibatnya baku hantam melalui jalur belakang telah membuatmu terus melaju hingga ke orbit terdepan, ingin menyaingi sang raja bola api. Menguasai semesta, itulah tujuan hidupmu yang tertulis pekat dalam otak. Ketidakwajaran pun terjadi. Layaknya kau dengan metode sihir penuh racun sianida kadar tinggi, tak berbentuk dan kasat mata, mudahnya kau menjungkirbalikan kekekalan. Membuat sesuatu yang mungkin menjadi tidak mungkin dan membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Dalam kesombonganmu yang tak berlapis, tolong jangan lupakan akan hal-hal relatif yang sekejap dapat mengubah segalanya. Apakah kau ingat dengan cahaya beraneka warna yang sejajar di langit? Yang dulu pernah kau coba untuk musnahkan tetapi selalu tak berhasil? Karena cahaya warna-warni itu selalu muncul lewat medium lain. Mereka pun muncul kembali. Dengan berbekal pembiasan cahaya matahari oleh butir-butir air, mereka membentuk busur spektrum warna besar yang melingkar. Warna-warna sang pelangi, begitulah alam menyebutkannya. Walau kau mengira mereka hanya bertujuh, tapi bagaimana jika salah satu panjang gelombang dari warna putih cahaya matahari terlanjur membentuk pita garis pararel berikutnya? Dengan berparadigma pada si pelangi merah yang berada di atas dan si pelangi ungu yang berada di bawah, kau tak akan pernah sadar jika di bawah pelangi ungu ada pelangi yang lain. Pelangi terakhir, demikian alam menyebutkannya.

Jaringan Pikiran

Kita memang tak dekat. Kita berkomunikasi. Kita bertukar pikiran. Namun jaringan yang mewadahi kita sama sekali tak terdefinisi. Kadang aku yang menjadi klien dan kau yang menjadi server tapi kadang sebaliknya. Hampir seluruh aplikasi seperti ini dimiliki semua orang tapi jaringan yang mereka jalin berbeda dengan kita. Komunikasi kita memang bersistem tapi tak berinduk. Tak dibutuhkan perangkat keras, lunak, maupun peralatan interkoneksi lainnya untuk menghubungan dua keterikatan tidak ilmiah kita.
Mungkin ini terdengar lucu tapi memang benar adanya. Fisiologis tubuh kita menjadi terhubung. Tak semata-mata pikiran saja yang berfungsi. Respon kulit galvanik kita mengerang jika salah satu dari kita sangat membutuhkan. Inilah detektor alamiah bukan sekadar ilusi belaka. Jarak jauh ataupun tidak, kita tetap tak mengenal jaringan komunikasi wilayah. Bisa dikatakan mirip dengan jaringan nirkabel, tak kasat mata dan penuh gelombang elektromagnetik. Namun ingat, tanpa batasan wilayah.
Agak tidak rasional jika kita bicara dengan orang ilmiah mengenai cara berkomunikasi kita tapi jangan salah menerka, komunikasi kita yang terjaring ini telah mendapat penelitian dari mereka. Bahwa kita itu spesial. Telepati, itulah koneksi yang menyeruak jaringan sistem alam bawah sadar kita untuk saling menguatkan maupun mengingatkan.

February 24, 2013

Aksara Hidup


Aku dapat menemukan kesulitanmu dalam berkomunikasi secara simbol maupun verbal. Mungkin itu terjadi karena kau belum siap kembali dari masa klasik, dimana segalanya berbeda di kehidupan barumu. Merujuk dari segala yang kau katakan pada mereka, dapat kupahami, tak ada satupun yang mengerti makna dari setiap bentuk bunyi yang kau tegaskan. Karenanya ejaan hidupmu sekarang sudah berbanding terbalik dengan hidupmu yang lalu. Mereka maupun kau tak menyadari hal itu tapi aku sadar. Mulai dari abjad yang kau hafal, alfabet yang kau lafal, fonem yang kau ucapkan, serta tatahuruf yang kau gores, semuanya tak sama. Namun ku tak butuh simbol-simbol formal untuk mengertimu dikarenakan aku bukan manusia digital dan tidak mempunyai resolusi tinggi untuk menyerap semuanya. Cukup sorotan matamu serta ulasan senyummu yang masih menjadi komunikasi subjektif bagi mereka namun telah menjadi objektif bagiku. Hal itu sudah mencakup segala aksara hidupmu yang bersarang sangat nyata dalam pengertianku.

February 21, 2013

Para Simbion


Keterhubungan antara sekumpulan molekul dari dua jenis yang berlainan merupakan ikatan pekat dalam suatu kehidupan. Layaknya bunga dan lebah, kesalingsilangan tersebut tak dapat terpisahkan walau perbedaan apapun mewarnai interaksi mereka. Jalinan pola hidup pun tetap terpanjangkan sehingga menghantarkan pada sebuah simpul.
Mutualisme, itulah judul terharmonis dalam hubungan yang tergores pada alam. Saling memberi untuk saling menguntungkan. Tapi tak selamanya interaksi berjalan seindah kisah si bunga dan sang lebah. Ada kalanya, kedua belah pihak terlibat dalam suatu kompetisi maupun kenetralan. Bahkan menimbulkan kerugian di salah satu sisi demi memberi keuntungan pada sisi lainnya pun terjadi adanya. Itulah keragaman. Jika memilih untuk tetap mempertahankan keselarasan, berilah yang dibutuhkan sesama. Kesadaran masing-masing individulah yang diuji di sini. Apakah melepas tanpa mengharap umpan balik atau melepas dengan harapan umpan balik yang lebih besar? Atau mungkin tidak pernah terbesit untuk melepas, yang terpikir hanyalah mengharap umpan?
Karenanya, simbiosis seperti ini memang dibutuhkan simbion untuk hidup dan berfungsi secara stabil. Karenanya, simbiosis bukanlah untuk virus yang memang tak layak dikatakan hidup. Karenanya, hanya viruslah yang selalu mengharapkan umpan tanpa memberi. Karenanya, virus bukanlah organisme.

February 20, 2013

Di antara mutlak, relatif, dan virtual


Bukan aku tak dapat berjanji tapi ini dikarenakan aku hidup di bumi dan aku hanyalah manusia. Terlepas dari tanggung jawab atau komitmen, aku tak akan pernah lepas dari keterbatasan. Usaha dilaksana akan selalu menyertai untuk menyanggupi namun kau harus mengerti jika penentu akhir bukanlah aku ataupun kau. Di kehidupan yang serba relatif ini aku terlalu ragu untuk menentukan. Singkirkan kata pesimis atau pecundang namun inilah relativitas yang ada. Sudut pandang kita yang terpecah terkadang membawa kita ke dalam subjektivitas dimana masing-masing mempunyai pendapat sendiri. Seringnya terjebak antara ruang dan waktu serta sifat kita yang terkadang asimetris, membawa kita ke dalam satu ujung, yakni kebenaran relatif.

Inilah manusia yang tak memegang kendali alam semesta sehingga tak ada keharusan bagiku untuk mengabsolutkan sesuatu karena sifat yang hakiki, sejati, maupun tanpa salah hanyalah punya Sang Maha Kekal, pemilik tunggal kebenaran mutlak. Namun terkadang kita melupakan sesuatu. Kebenaran relatif yang memang menjadi tolak ukur manusia seringnya membuat kita terjebak dalam sebuah kebenaran virtual. Kita hanyalah manusia yang jauh dari objektivitas sehingga kita tak mempunyai kekuasaan untuk memutlakan sesuatu yang bersifat relatif.

Kita memang bukan cahaya tapi konstanta akan selalu ada. Tetaplah melintas pada orbit yang seharusnya. Makin mendekat dengan yang absolut, makin dekat pulalah kita kepada kebenaran dalam arti yang sesungguhnya.


February 19, 2013

Dari C Untuk O


Dalam satu periodik ternama, kita pun bersanding. Di bawah naungan satu kelompok yang sama, kita pun berbaur. Saling melengkapi satu sama lain untuk membantu proses kehidupan di bumi ini. Namun kau terlalu sempurna jika dibandingkan denganku. Kau dengan sifat ekstrovert yang melimpah dapat bereaksi dengan unsur maupun senyawa manapun. Kau juga memiliki sifat ambiviert yang mampu berdiri sendiri. Memberikan hal positif dalam memperlancar hubungan pada alam. Aku pun begitu, dapat dengan mudah bergaul denganmu. Walau kutahu atomku tak dapat berdiri lebih banyak daripada punyamu. Terkadang sebuah perubahan kita pun tak tahu. Mendadak kita terlibat dalam suatu pembakaran, dimana runutan reaksi kimia yang tercipta antara kita tak berjalan dengan sempurna. Sesuatu yang mengancam pun terlahir akibat kekurangan zatmu dalam proses pembakaran. Ini bukan mauku sepenuhnya, namun pada kenyataannya terlintas keegoisanku menyertai ini semua. Tapi mestikah aku menyepelekan ketidakseimbangan ini atau mestikah aku kembali mengalah? Biarlah aku yang melepas, dimana atommu selalu berkuasa di atasku, untuk melahirkan zat asam arang dibandingkan senyawa zatku kekurangan atommu yang sekiranya mengandung racun.

February 14, 2013

Kehidupan Mikro


Aku tahu teori ini. Dimana penawaran kehidupan darimu sangat mengesankan dan menjawab permintaan yang aku ajukan. Semakin tingginya permintaan dariku semakin optimisnya penawaran darimu. Saling meningkatnya keterhubungan antara kita haruslah didasari oleh pergerakan dari kuantitas perubahan serta harga sebuah perjuangan. Pergeseran-pergeseran yang terjadi dalam kurva kehidupan semata-mata hanya untuk bertemu di titik keseimbangan. Namun banyak hal yang harus kita pelajari. Seperti saling memahami perilaku yang dapat mempengaruhi pengambilan suatu keputusan, menghadapi keadaan penuh informasi asimetris, mendapati terjadinya eksternalitasi negatif, serta mengaplikasikan teori permainan dengan selayaknya. Baru inilah keseimbangan umum terjadi jikalau suatu saat kita mengalami kegagalan dan mengetahui hal-hal apa saja supaya kembali pada hubungan yang sempurna. Tentunya dengan elastisitas yang menancap. Semoga kita sama-sama berani menghadapi. Bahwa kegagalan sesungguhnya bukan lagi tak berfungsinya suatu rencana melainkan situasi dimana mengatur kembali rencana dan penerapan agar terciptanya keefisienan. Ruang lingkup kita yang masih lebih kecil dari skala rata-rata, menjadi metode menguntungkan bagi kita yang masih meraba akan kehidupan mikro.

February 13, 2013

Pita oranye untuk Plantae


Sebuah pita kesadaran berwarna oranye ini kusimpulkan di atas mahkotaku. Sebagai bentuk kepedulian akan rasialisme di muka bumi ini. Jangan kau salah menilai perbedaan dalam semesta ini. Baik objektivitas maupun subjektivitas yang terlalui adalah sebuah jalan untuk menjadi yang tersyahdu dalam seleksi alam.

Sebagai contohnya aku dan genus yang hidup dalam satu kerajaan yang sama. Aku, sang Rafflesia, merupakan korban dari penilaian sepihak. Rupaku memang tak secantik Rosa. Bauku tak seharum Jasminum. Warnaku juga tak semenarik Hibiscus. Dan ketenaranku tak seperti Prunus. Dikarenakan ini, aku pun tak dapat dipetik, dicium, ataupun dibelai. Tak ada yang menghampiriku, kecuali Diptera yang setia dengan bau sesakku. Padahal kami sama-sama dilahirkan dari perubahan unik antara batang dan daun. Modifikasi dari alam yang disebabkan oleh terhasilkannya biomolekul berprotein yang dirangsang oleh sekumpulan senyawa organik. Dan kami juga mempunyai mahkota masing-masing sebagai syarat untuk tumbuh sempurna.

Namun kesempurnaan yang telah ditulis alam malah menjadi tak sempurna bagi sebagian pandangan dalam hal fisik. Tapi akan sangat irasional jika ku mengeluh pada Dia, Sang Pelukis Agung. Biarlah pita kesadaran oranye ini tetap bertengger di salah satu perhiasanku agar lingkungan, alam, serta penghuninya dapat menghapuskan perbedaan rasial antara kami, sang rakyat Plantae.

February 9, 2013

Menjawab pengecualian sang lubang hitam


Kau merupakan objek yang mempunyai daya tarik begitu memukau bagi sebagian kalangan. Sempurna. Namun nyatanya kau tak dapat mengimbangi massa yang kau miliki sehingga tak mampu bertahan dengan tekanan gravitasimu. Terjelembab dan terjebak, lalu menjelma menjadi lubang hitam yang rakus menarik materi untuk mendekatimu, seraya menjeratnya dimana semuanya tak dapat kembali. Cahaya pun dikira percuma untuk menerangimu karena kau telan dalam-dalam juga. Berbanding terbalik dengan reputasi yang disandangmu, kau tak dapat menarikku. Aku terlalu jauh untuk terjebak. Sekalipun kau menambah massamu untuk mendekatiku agar terjebak, jangan kau lupakan akan suatu fenomena berskala superkecil tersebut. Dimana asasmu dilanggar serta penghalang potensialmu ditembus. Terusan ini dirasa sangat mustahil. Tapi energi kinetik ini terlalu cukup untuk melaluimu, bukan melintasimu. Menyeruak dan menembus, lalu terbentuklah terowongan kuantum untuk menjawab pengecualian apa yang dirasa sangat mutlak bagimu.

Pelanggaran dalam asas mutlak

Daya cipta pun menolong sistem


Teratur, tak pernah terlewat, selalu tepat, tanpa salah. Sistem, itulah dia. Sebuah kiasan untuk kau yang selalu berambisi untuk sebuah tujuan tinggi. Dirancang serta direncanakan matang-matang, tanpa salah hanya untuk satu destinasi. Ada baiknya juga jika ku mengikutimu, berubah menjadi lebih terarah dan tertata. Namun apa kau sanggup akan kejutan-kejutan kehidupan yang belum terdefinisi oleh sistemmu? Terkadang suatu kesatuan yang mengandung elemen, akan ada satu komponen yang memecah menjadi unsur. Walaupun unsur sendiri adalah zat terkecil, jangan pernah kau lupakan mengenai partikel dari unsur. Masih ada atom dan kandungan kecil lainnya. Apa kau siap jika sistemmu hanya dapat menguraikan elemen sedangkan secara diam-diam atom beserta unsur lainnya menyeruak ke dalam kesatuanmu bak virus? Perlahan, longgarkan simpul sistemmu. Bukalah daya ciptamu. Karena sudut pandang sebelahmu telah membatasi paradigma untuk memandang pemikiran bercabang yang nyatanya memiliki keaslian. Konsep hari-harimulah contohnya.

Permulaan Sistem



January 29, 2013

Tidak Untuk Kembali

Aku menjajakan kaki kembali pada pelukan kota memori itu lagi
Dimana reruntuhan dinding kenangan penuh itu menyeruak membunuh dengan percobaan keras
Terguncang pada awalnya namun perlahan tanah menancapkan tegas kakiku
Tidak ada yang perlu dicemaskan lagi
Selayaknya angin membawa terbang debu tak tampak mata
Begitulah hati kebal, yang tak mempan ditancapkan panah masa lalu atau sekadar digoreskan jarum seringai waktu belakang.

January 26, 2013

Intelegensi Rindu

Rindu bak racun, yang menyerang perlahan, memasuki celah-celah kapiler pembuluh darah. Sangat dekat dengan kita, selalu mengitari namun ketidakpekaan kita saja yang menurunkan intensitas kehadirannya. Dalam kegamangan ini, sadar bila aku hidup di dunia yang sama denganmu. Menghirup oksigen dari asal yang serupa. Menatap langit dan merasakan terpaan sinar matahari yang satu. Namun entah sampai kapan kita disesatkan oleh labirin ini. Yang masih di depan mata dan saling menutupi jasad masing-masing. Terkadang pula keputusasaan selalu muncul dalam perjalanan mencari serta menggapaimu. Meyakinkan hati jika kaulah yang dicari. Tapi apakah keinginan itu berarti yang terbaik? Kepastian itu belum menentu.
Aku hidup. Aku mati. Aku setengah sadar. Indera mati rasa tak terlalu berguna. Hati hampa namun senyum tetap terukir. Senyum ini masih milik mereka selama kau masih jauh, tak tahu di pedalaman ataupun di peradaban. Anggap ini kewarasan yang sakit. Racun sianida mungkin telah membumbung serta menyeruak dalam sukma. Membuatku terjatuh dalam rindu tak wajar. Rindu yang belum mengenal intelegensi. Belum terlacak dan hanya akan mengarah pada satu radar. Kamu.

January 9, 2013

Tidakkah kau malu?

Kau yang membuat pada awalnya sebuah permintaan romantis untuk menjalin semuanya menjadi lebih indah. Kau yang merangkai janji-janji kehidupan mendatang bersamaku. Namun kaulah yang pertama mengingkari, merusak, dan melupakan. Dengan alasan kau membutuhkan ruang dan waktu untuk sendiri. Tak ada pikiran apapun bagiku selain mengiyakan.
Tapi disaat berdekatan, kau memecahkan alasan lalumu dengan sebuah kenyataan yang berbanding terbalik. Kau bukan butuh ruang dan waktu melainkan cinta yang baru. Melenggang dengan kebahagiaan baru di waktu ketika aku masih dalam tahap bangkit. Memamerkan senyuman di saat air mataku ini masih mengalir. Itulah kau sebenarnya? Mudahkah?
Namun waktu berjalan dan terus berputar. Entah siapa yang meninggalkan, kau tak bersama cinta barumu itu lagi. Kini kau membagikan senyumanmu untukku lagi. Aku mengernyit heran melihat dirimu ini. Tidakkah kau sadar kau sedang melakukan apa? Tidakkah kau tahu tujuan akhir memberiku angan-angan lagi akan cinta baru penuh perubahan dan keseriusan? Dan satu hal lagi, tidakkah kau ingat akan sandiwara yang kau lakoni waktu lalu serta merta kau datang untuk menghapus rekaman otakku dari sandiwara itu? Tidakkah kau malu?

December 24, 2012

Sembunyi

Kita berlari menengadah sembari menghadap langit yang kian meredupkan sinar sang raja. Awan kelabu  yang mulai menyelimuti sebagian kawasan timur, tak menghentikan tanganmu untuk terus menarik tanganku dan membawaku lari bersama. Terlonjak sejenak saat kaki kita menghamburkan dedaunan yang meranggas, ketika mata kita menangkap pinggir tebing curam sejarak beberapa meter dari kaki. Tiada celah lagi untuk kembali bahkan untuk mati sekalipun.
Danau keabadian menampung segala air kedukaan di bawah sana, yang mungkin akan menjadi saksi bisu persembunyian kita selanjutnya. Mungkin pada mulanya tidak masalah dengan segala persoalan yang membelit selama kita masih bisa berlari. Tapi aku mulai bertanya, pada hati yang terus berputar. Sampai kapan kita terus berpindah, menghindar, serta tak tangkas.

Di ujung pelarian kita, aku pun berhenti. Berhenti untuk mempercayaimu lagi. Berhenti untuk berlari serta keinginan untuk kembali, ke tempat dimana kita membuat ketajaman masalah dan bertaruh untuk mempertanggungjawabkannya. Lelah ini memuncak. Aku tak dapat bersembunyi lagi begitupula dengan dirimu. Tak akan ku biarkan kau bersembunyi lagi.
Menyerah dan bukan kalah. Pemberani dan bukan pecundang. Biarkan hatiku diikat dengan hati yang tak mengenalku. Selama itu benar. Selama tak membuat perpecahan. Selama semua dapat terselesaikan. Selama  itu bukan dengan cara bersembunyi dan selama kita bersama menghadapi, kelak kita akan mendapat jawaban dari segala masalah. Walau itu terkadang melukai.

Inspired by: Hilary Duff - Hideaway

December 19, 2012

Titik Akhir

Aku sudah berhenti di sebuah titik. Bukan sebagai titik beku ataupun titik cair, melainkan titik datar yang berjurang dalam. Sudah ku pikir berulang kali untuk rencana ini, namun hati masih terasa janggal dan berat akan sebuah kenyamanan ini. Tapi mata tak dapat membalik ke belakang, begitupun jalan hidup. Aku ingin terbang ke udara tapi kau masih saja ingin berjalan di darat. Aku ingin menyelami samudera ataupun lautan tapi kau masih tetap nyaman berjalan di tanah. Aku ingin tingkat perubahan dari hubungan ini menjadi jelas dan nyata, bukan semakin merunduk dan semu.
Inilah sebuah keputusan. Sulit dan juga rumit bahkan tak dapat didefinisi oleh rumus atau penjabaran apapun. Tak butuh kematangan dalam berpikir terlalu lama. Sekalipun ini sudah tidak dapat menyatu lagi, selamanya mungkin akan terasa lebih sulit dalam mempersatukan lagi. Timur dan barat, selatan dan utara, kanan dan kiri, kinetik dan potensial, aku dan kamu. Tidak pernah sejalan selama ini dan tidak akan pernah. Akhir. Sebuah jawaban dari gabungan senyawa maupun rumus yang terangkum dalam waktu dan tak menemukan jawaban akhir melainkan titik akhir.