Bukan aku tak dapat berjanji tapi ini
dikarenakan aku hidup di bumi dan aku hanyalah manusia. Terlepas dari tanggung
jawab atau komitmen, aku tak akan pernah lepas dari keterbatasan. Usaha dilaksana
akan selalu menyertai untuk menyanggupi namun kau harus mengerti jika penentu
akhir bukanlah aku ataupun kau. Di kehidupan yang serba relatif ini aku terlalu
ragu untuk menentukan. Singkirkan kata pesimis atau pecundang namun inilah
relativitas yang ada. Sudut pandang kita yang terpecah terkadang membawa kita
ke dalam subjektivitas dimana masing-masing mempunyai pendapat sendiri. Seringnya
terjebak antara ruang dan waktu serta sifat kita yang terkadang asimetris, membawa
kita ke dalam satu ujung, yakni kebenaran relatif.
Inilah manusia yang tak memegang kendali alam
semesta sehingga tak ada keharusan bagiku untuk mengabsolutkan sesuatu karena
sifat yang hakiki, sejati, maupun tanpa salah hanyalah punya Sang Maha Kekal,
pemilik tunggal kebenaran mutlak. Namun terkadang kita melupakan sesuatu. Kebenaran
relatif yang memang menjadi tolak ukur manusia seringnya membuat kita terjebak
dalam sebuah kebenaran virtual. Kita hanyalah manusia yang jauh dari
objektivitas sehingga kita tak mempunyai kekuasaan untuk memutlakan sesuatu
yang bersifat relatif.
Kita memang bukan cahaya tapi konstanta akan
selalu ada. Tetaplah melintas pada orbit yang seharusnya. Makin mendekat dengan
yang absolut, makin dekat pulalah kita kepada kebenaran dalam arti yang
sesungguhnya.
No comments:
Post a Comment