October 30, 2012

Sekarang dan tidak untuk nanti

Aku melihatnya begitu sempurna dibalut dengan gamis cokelat muda dan jilbab dengan warna yang senada pada hari ini. Aku tahu pandangan ini salah karena memang belum sepantasnya aku memandanginya dari jauh. Namun ada sesuatu hal di hatiku yang membuatku sangat mantap untuk memandanginya sekali lagi melintasi jalur yang benar.
Entah apa yang kupikirkan saat ini tapi penantianku selama ini harus dijawab sudah. Ku datangi dirinya, lalu mulai mengutarakan maksudku, "Kau tahu kita sudah kenal lama?" setelah bosan berbasa-basi di awal, akhirnya aku langsung saja bertanya seperti itu.
"Ya, benar!" jawabnya singkat.
"Apa selama ini ada pria yang sedang mengisi hati kamu?" pertanyaanku selanjutnya ternyata berhasil membuatnya terkejut.
"I...itu," dia menjawab dengan gugup. "ng...nggak ada." jawabnya lebih lanjut. Aku tahu inilah saat yang pasti dan tepat.
"Apa kelak aku bisa?" tanpa perlu diperjelas, sepertinya ia mengerti apa yang kumaksudkan.
"Jika kau berani bilang kepada orangtuaku." entah mengapa aku merasa tertantang dengan perkataannya barusan.
"Tentu. Kapan aku bisa bertemu dengan orangtuamu?" tanyaku mantap. Kali ini giliran dirinya yang salah tingkah dengan tantanganku.
"Secepatnya." jawabnya tak yakin.
"Besok? Oke, akan aku siapkan diri." dia melongo setelah mendengar kata 'besok'.
"Tunggu sebentar!" cegahnya. "Apa yang ingin kamu bicarakan dengan orangtuaku?"
"Meminta izin untuk meminangmu, lalu menikahimu." ekspresi wajahnya tak seterkejut sebelumnya. Dia mengangguk mengerti dan tersenyum manis (kelak aku dapat menikmati senyuman manisnya dengan cara yang halal).
"Kenapa mesti besok? Bagaimana kalau nanti malam ada pria lain yang meminangku lebih dulu?"
Aku tertawa mendengar tantangan demi tantangannya. "Oke, nanti sore aku akan menemui kedua orangtuamu." jawabku mantap.

No comments:

Post a Comment